Semarang, UP Radio – Pandemi covid-19 melumpuhkan banyak sektor, termasuk sektor ekonomi. Perekonomian masyarakat yang kian melemah sangat berisiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, M Khadik mengatakan, ekonomi menjadi satu diantara sejumlah faktor terjadinya KDRT.
Terlebih, kondisi saat ini banyak masyarakat yang dirumahkan maupun diputus hubungan kerja (PHK). Kondisi ini sangat rentan terjadi KDRT.
Berdasarkan data DP3A, jumlah kasus KDRT sejak Januari hingga April ada 44 kasus KDRT. Dengan rincian 10 kasus pada Januari, 8 kasus pada Febuari, 11 kasus pada Maret, dan 15 kasus pada April.
Melihat data tersebut, Khadik menilai, kondisi pandemi covid-19 di Kota Semarang masih belum berpengaruh terhadap KDRT.
Justru, jumlahnya menurun dibanding tahun 2018 dan 2019. Hanya saja, permasalahan KDRT seperti gunung es yang dimungkinkan ada kasus tidak terlaporkan.
“Kami berharap realitas di lapangan seperti yang terlaporkan. Semoga semakin berkurang,” ucap Khadik, Rabu (13/5/2020).
Meski demikian, Khadik menandaskan, ini tidak boleh disepelekan. Pihaknya tetap melakukan antisipasi adanya KDRT di tengah pandemi covid-19.
Dia mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk turut melapor jika mengalami KDRT lamtaran hal tersebut masuk dalam pelanggaran UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Daerah Kota Semarang nomor 5 Tahun 2016.
Akses lapor saat ini sangat terbuka. Masyarakat bisa melaporkan melalui kader jaringan perlindungan perempuan dan anak (JPPA) di setiap kelurahan, melalui Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di setiap kecamatan, serta lembaga swadaya masyarakat di Kota Semarang yang peduli terhadap perempuan dan anak.
“Bahkan saat ini juga sudah ada aplikasi SIMA untuk pengaduan kasus KDRT di DP3A Kota Semarangm ini akan memberikan kemudahan kepada masyarakat manakala terjadi kasus KDRT,” tambahnya.
Khadik melanjutkan, petugas DP3A pun terus melakukan sosialisasi baik secara online maupun offline agar tidak ada lagi kasus KDRT apalagi di tengah pandemi ini.
Pihaknya mendorong keluarga di Kota Semarang untuk menjalankan aksi 10 Berjarak (Bersama Jaga Keluarga) diantaranya memastikan semua keluarga tetap di rumah, hak perempuan dan anak terpenuhi, tersedianya alat perlindungan, menjaga kebersihan.
Dia mengajak seluruh keluarga untuk memaknai anjuran beraktivitas di rumah atau stay at home sebagai momentum untuk meningkatkan ketahanan dan kedekatan keluarga sehingga kesadaran masyarakat tentang hak kaum perempuan dan anak semakin meningkat.
“Stay at home menjadi kesempatan bisa lebih mendekatkan dan memperkuat ketahanan keluarga, menjaga yang rentan supaya tidak terjadi kekerasan karena itu melanggar UU dan Perda,” ujarnya. (ksm)