Tradisi Titiran Sejarah Pembakaran Kampung Batik, Ita: Kita Teladani Semangat Perjuangannya

Semarang, UP Radio – Plh Walikota Semarang Ir Hj Hevearita G Rahayu, MSos berharap kepada warga Kampung Batik Kelurahan Rejomulyo Semarang mampu meneladani para pendahulu yang mengalami tragedi pembakaran Kampung Batik oleh tentara Jepang saat terjadi Pertempuran 5 Hari, 17 Oktober 1945.

“Kala itu warga bersatu padu bahu membahu memadamkan kobaran api. Hingga melupakan bahaya berondongan peluru senjata tentara Jepang yang masih mengarah pada kobaran api, ” ujar Ita sapaan akrabnya.

Menurutnya, semangat cinta tanah air, rela berjuang serta peduli terhadap sesama ini lah yang harus dicontoh sampai sekarang. Karena semangat juang tersebut, kampung Batik bisa diselamatkan meski 300 rumah hangus terbakar.

Advertisement

“Kebangkitan pasca kebakaran berlangsung tak lama, dan hingga kini Kampung Batik bisa eksis sebagai kampung wisata dan sentra batik Semarangan,” kata Ita saat menghadiri dan membuka peringatan Titiran di Kampung Batik Kampoeng Djadoel Semarang, Sabtu (17/10/2022).

Titiran merupakan acara mempengingati dibakarnya Kampung Batik oleh tentara Jepang di hari keempat terjadinya Pertempuran 5 Hari Semarang.

Saat itu Jepang membabi buta membakar Kampung Batik Wedusan hingga merambat ke Batik Gedong dan menghanguskan 300an rumah warga.

Dalam catatan sejarah di Buku Sejarah Pertempuran 5 Hari juga dipaparkan bahwa saat itu ada rencana Angkatan Muda bersama barisan pejuang dari mantan PETA, BKR dan Laskar Hisbullah akan menggelar serangan umum ke kedudukan Jepang di Sayangan, Jurnatan dan Gedangan dari Kampung Batik dibawah pimpinan Budanco Moenadi.

Serangan umum gagal lantaran Jepang tahu adanya pemuda yang sibuk mengungsikan wanita dan anak-anak nyeberang dari Kampung Strong masuk ke Kampung Gedongsari.

Ign Luwiyanto, Panitia Tradisi Titiran mengungkapkan kegiatan yang sudah memjadi tradisi tahunan ini sudah masuk dalam agenda kegiatan Dinas Pariwisata.

“Selain sebagai sarana edukasi sejarah perjuangan bangsa bagi generai muda, juga kami kemas adanya aktifitas seni seperti kirab budaya dan teatrikal, “katanya.

Dalam acara tersebut juga ada pembagian ‘Nasi Nuk’, yakni nasi bungkus daun jati sebagaimana yang diterima para pejuang dari masyarakat yang membantu makanan selama berjuang atau gerilya.

“Nasi Nuk dibagikan Walikota kepada masyarakat. Ini merupakan simbolik yang kami angkat sebagai bentuk perhatian pemimpin terhadap rakyat. Jadi nasi nuk bukan sembarang nasi. Tapi disitulah lambang jatidiri bangsa Indonesia. Jatidiri bangsa ini adalah memiliki perhatian terhadap sesama,” ungkap Luwiyanto.

Kehadiran Mbak Ita disambut oleh warga Kampung Batik. Selain kini sebagai pejabat Walikota, ternyata Juga pernah dinobatkan sebagai Warga Kehormatan Kampung Batik dengan sebutan ‘Mbok Batik’ karena perhatiannya mengangkat kampung Batik sebagai destinasi wisata sentra batik.

Titiran diharapkan menjadi sarana perekat warga. Mbak ita juga selalu berpesan kepada warga agar selalu waspada terhadap bahaya kesehatan yang masih mengancam, yakni Covid.

“Tuntaskan vaksin dan jangan ditunda-tunda. Sebab masih ada korban meninggal ternyata belum vaksin. Satu hal lagi yang perlu diingat afalah bahaya stunting. Koordinasikan dengan aparat kami yang berwenang, sehingga semua bisa cepat diatasi,” tambahnya. (ksm)

Advertisement