Semarang, UP Radio – Selain dibangun landmark berupa tulisan Lapangan Pancasila Simpang Lima yang saat ini masih dalam proses pengerjaan. Pengembangan taman Simpang Lima selanjutnya, tepatnya dibelakang tulisan Lapangan Pancasila Simpang Lima itu, nantinya juga akan dibangun fasilitas penunjang untuk ruang publik yaitu berupa tempat bermain anak-anak, dan lansia.
Kepala Bidang Pertamanan dan Pemakaman Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang, Murni Ediati mengatakan, pemberian fasilitas untuk penunjang warga dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang. Apalagi, kunjungan wisatawan di Kota Semarang beberapa tahun terakhir ini meningkat.
“Tujuannya dari peningkatan taman ini, karena taman Lapangan Pancasila Simpang Lima ini merupakan pusat keramaian kota, dan perbelanjaan sehingga menjadi jujugan warga. Sehingga fasilitas penunjang taman, bisa membuat pengunjung beraktivitas di sini,” kata Pipie sapaan akrabnya, Rabu (31/3/2021).
Saat ini, kata dia, di taman ini karena memang baru disediakan lapangan olahraga untuk anak remaja, seperti lapangan basket dan lapangan voli. Serta hanya jogging track untuk lintasan lari di bundaran bagian luarnya.
Sedangkan untuk, wahana permainan anak-anak dan ruang untuk orang lanjut usia (lansia) belum ada fasilitasnya. Dan pihaknya menargetkan, pembangunan peningkatan penunjang taman Lapangan Pancasila itu akan rampung pada Tahun 2021.
“Kan cuma untuk anak remaja yang main basket sama voli, sama perosotan anak saja. Belum dilengkapi dengan jenis permainan dan olahraga yang lainnya. Untuk itu akan kami tambahkan seperti untuk fitness outdoor maupun jenis permainan lainnya untuk anak-anak juga,” imbuhnya.
Penambahan penunjang fasilitas untuk anak dan lansia itu, kata dia, akan dibangun dibelakang tulisan Lapangan Pancasila. Selain itu, ruang yang ada itu akan di tata landscape-nya agar tidak terlihat kumuh. “Sehingga juga akan menjadi resapan ruang terbuka hijau, jika hujan, wilayah tersebut tidak tergenang dan becek lagi,” terangnya.
Sedangkan untuk penunjang taman lansia, lanjut Pipie, karena ada masukan dari masyarakat. “Memang ada masukan dari temen-temen para lansia yang menginginkan untuk dibuatkan taman khusus lansia, sehingga bisa digunakan untuk aktivitas para lansia yang datang ke Lapangan Pancasila. Memang kita sudah menyediakan beberapa taman untuk penunjang tersebut. Namun, untuk taman khusus lansia, ini baru kita buatkan perencanaan terkait taman tersebut. Nantinya, mereka akan kelola sendiri, yang penting komunitas lansianya bisa aktivitas di situ,” paparnya.
Sejarawan Semarang, Jongkie Tio, menceritakan, pembangunan Simpang Lima pada tahun 1969, awalnya diproyeksikan untuk menggantikan keberadaan Alun-Alun Kauman yang berada di Pasar Johar. Karena dianggap tidak lagi representatif setelah menjadi terlalu padat bangunan dan aktivitas masyarakat.
Lokasi yang dipilih berada di persimpangan lima jalan, yang sekarang merupakan jalan utama di Kota Semarang. Terdiri atas Jalan Pahlawan, Pandanaran, Gajah Mada, Ahmad Dahlan dan Ahmad Yani.
Pembangunannya, kata dia, diikuti dengan pemindahan gedung-gedung pusat pemerintahan kota. Hal tersebut karena dulu letak alun-alun memang selalu dekat dengan pusat pemerintahan. Diikuti dengan adanya pohon beringin yang ada di empat sudut lapangan dan terdapat masjid (Baiturrahman) di dekatnya.
”Hanya saja, nama lapangan di alun-alun tersebut sebenarnya adalah Lapangan Pancasila. Tetapi masyarakat umum, ternyata lebih suka mengambil gampangnya dan menyebutnya dengan Simpang Lima karena letaknya di persimpangan lima jalan. Saya setuju dengan adanya penambahan penamaan di monumen tersebut. Ini merupakan usaha pengembalian identitas lapangan, yang memang sejak dulu telah didapuk bernama Lapangan Pancasila,” terangnya, baru-baru ini.
Menurut dia, sebenarnya tidak sedikit orang yang masih menyebutkan jika nama lokasi itu sebagai Lapangan Pancasila. Khususnya bagi orang Kota Semarang yang mengetahui proses pembangunan lapangan tersebut, sejak awal.
”Alangkah lebih bagus lagi, jika nantinya di dalam lapangan juga ada taman supaya lebih hijau dan tidak terkesan gundul. Misalnya dengan ditambahkan tanaman bunga, agar mempercantik lapangan itu. Diikuti dengan adanya pompa-pompa air, sehingga menjadikan lokasi tersebut dapat menjadi paru-paru kota,” papar Jongkie.
Sementara itu, Sejarawan Kota Semarang lainnya, Tri Subekso bertutur, selain Masjid Baiturrahman, semula pada kawasan tersebut juga berdiri Gelanggang Olah Raga (GOR) Semarang dan Wisma Pancasila. Bangunan GOR dan Wisma Pancasila ini dibongkar dan kemudian dibangun pertokoan bertingkat serta hotel. Meskipun belum diketahui sejak kapan dimulai, namun sejak dulu Simpang Lima sudah dinamai sebagai Lapangan Pancasila.
”Penamaan ruang publik ini tentu berhubungan dengan keberadaan Wisma Pancasila saat itu. Konfigurasi jalan, yang menjadi pertemuan lima jalan membuat khalayak umum khususnya di luar Semarang, justru lebih mengenal dengan penyebutan lapangan Simpang Lima,” kata pria yang juga Arkeolog Semarang ini. (ksm)