SMP Negeri 5 Semarang Mulai Uji Coba PTM

Semarang, UP Radio – Tanda panah berwarna putih terlihat jelas di gerbang SMP N 5 Semarang. Tanda ini adalah tanda petunjuk jalan bagi siswa yang akan menjalani uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) selama dua pekan kedepan. Tanda ini pula mengarahkan siswa untuk cuci tangan, sebelum masuk kelas.

Kepala SMP N 5 Semarang, Teguh Waluyo menjelaskan jika tanda putih yang digambar dihalaman dan lantai itu sebagai petunjuk siswa masuk kelas. Sementara tanda panah berwana kuning adalah petunjuk anak ketika pulang sekolah.

“Sudah kami atur alur masuk dan keluarnya, agar anak-anak nanti tidak berkerumun. Salah satunya dengan tanda ini,” katanya saat dihubungi, Minggu (4/4).

Advertisement

Pada Senin (5/4) hari ini, SMP N 5 Semarang menjadi salah satu sekolah yang akan melakukan uji coba PTM selama dua pekan kedepan.

Teguh mengaku jika pihaknya sudah menyiapkan alur agar anak-anak, guru dan tenaga pendidikan tetap aman dari penyebaran virus Covid-19.

“Nanti siswa juga akan dicek suhu, termasuk guru. Setelah itu diarahkan ketempat cuci tangan. Semuanya wajib menerapkan protokol kesehatan,” tuturnya.

Saat didalam kelas, dilakukan penjagaan jarak dan setiap meja pun diberi sekat. Orang tua yang mengantar, tidak diperbolehkan masuk ke area sekolah. Sama hanya ketika pulang, siswa tidak boleh berkerumun untuk menunggu jemputan. “Kita tempatkan guru untuk memantau, siswa yang belum dijemput kami sediakan ruang tunggu,” tambahnya.

Sebelumnya Teguh juga melakukan simulasi, membentuk tim satgas Covid-19, hingga memberikan sosisaliasi kepada warga sekolah, serta melakukan pembenahan sarana dan prasarana seperti tempat cuci tangan dan lainnya.

“Simulasi sudah kita lakukan beberapa waktu lalu, SOP tentang kegiatan belajar, pelayanan TU juga sudah kita atur sedemikian rupa dimana semua siswa, guru dan tendik wajib memakai masker,” katanya.

Untuk uji coba yang dilakukan hari ini, kata Teguh, akan melibatkan siswa kelas 7 dalam sehari akan ada tiga kelas yang akan dilakukan secara bergilir dengan menggunakan enam ruangan. Jadi setiap satu kelas, misal kelas 7 A akan dibagi dua dan ditempatkan di dua ruangan yang berbeda.

“Kita tidak pakai sistem shift ataupun ganjil genap, sehari ada tiga kelas yang dibagi dua. Senin ini kelas A, B, dan C. Hari berikutnya D, E, F, begitu seterusnya,” jelasnya.

Dipilihnya kelas 7 bukannya tanpa alasan, dari angket yang disebarkan ke orang tua siswa. Sebanyak 88 persen orang tua setuju melakukan PTM. sementara untuk kelas 8 jumlah yang setuju diangka 85 persen. Selain itu, pertimbangan lainnya, sejak diterima di SMP N 5 Semarang, siswa kelas 7 ini belum pernah sama sekali masuk ke sekolah.

“Untuk yang belum setuju kita tetap layani secara daring, itu wajib dilakukan karena merupakan hak siswa,” tambahnya.

Hal yang sama dilakukan Kepala SMP N 2 Semarang, Siminto yang telah menyiapkan tim Satgas Covid-19 untuk mengawasi anak agar tidak berkerumun, membuka dua pintu gerbang yakni bagian pintu utama dan pintu timur.

“Kita tempatkan petugas untuk mengukur suhu empat orang, setelahnya siswa diarahkan untuk cuci tangan . Pengantar hanya boleh drop off, kalau mau jemput kita arahkan ke Panti Marhaen,” tuturnya.

Sementara untuk teknis pembelajaran, menggunakan sistem luring dan daring sekaligus agar guru tidak bekerja dua kali. Untuk sistem daring SMP N 2 Semarang sudah membentuk tim Microsoft bagi orang tua siswa yang belum mengijinkan anaknya datang ke sekolah.

“Kita gunakan enam ruangan, setiap ruangan 16 siswa dimana absen nomor 1 sampai 16 dari tiga kelas masuk Senin, setelah sembilan kelas berjalan baru absen 17-32,” tambahnya.

Setiap siswa juga wajib menggunakan masker, face shield dan sarung tangan. Pihak sekolah sudah menganggarkannya melalui dana BOS. Sementara pada hari Jumat dan Sabtu dilakukan sterilisasi secara total. “Setelah kita gunakan juga dilakukan sterilisasi pada hari biasa,” ujarnya.

Sama seperti SMP N 5 Semarang, hanya siswa kelas 7 yang melakukan uji coba PTM ini. Dikarenakan dari hasil persetujuan orang tua, sebanyak 81 persen orang tua setuju jika anaknya belajar di sekolah.

“Kalau hasil angket kemarin, siswa kelas 9 yang setuju hanya 63 persen. Sementara kelas 8 sekitar 71 persen sekian,” pungkasnya. (ksm)

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement