Sinergi Kecamatan Gajahmungkur dan Komunitas Tekan Angka Stunting

Semarang, UP Radio – Angka kasus stunting di Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang berhasil turun dari 52 anak hingga tersisa 45 anak penderita stunting. Hal ini berkat upaya bergerak bersama dengan komunitas dan stake holder.  

Camat Gajahmungkur, Ade Bhakti Ariawan mengatakan, ada tiga anak masih di bawah dua tahun dari total 45 kasus stunting yang tersisa. Satu anak harus mendapat perhatian khusus karena memiliki kelainan bawaan dalam menyerap gizi. 

Pihaknya berupaya membuat inovasi baru dalam penanganan stunting agar kasus bisa segera turun antara lain program orangtua asuh dan menggandeng berbagai komunitas. 

“Setelah Bu Tia (Ketua Forum Kota Sehat Kota Semarang) melaunching program beliau yaitu Si Bening, kami coba buat inovasi baru, tak hanya orangtua asuh tapi penguatan penanganan stunting lewat CSR dari komunitas atau pihak lain. Hari ini ada Bank Jateng dan komunitas 234 SC,” terang Ade, saat HUT IpeKB Kota Semarang, Selasa (26/7/2022). 

Menurutnya, masih banyak komunitas-komunitas lain yang bersedia digandeng untuk penanganan stunting. Program orangtua asuh juga tetap berjalan dengan berbagai sistem yang berbeda di setiap wilayah misalnya menggunakan kas RT/RW, pergantian orangtua asuh setiap bulan, dan sebagainya. 

Dana dari para komunitas maupun orangtua asuh kemudian digunakan untuk penyediaan makanan sehat melalui program Dapur Sehat Tangani Stunting (Dahsyat) di masing-masing kelurahan. Dia menghitung kebutuhan untuk penanganan stunting sebesar Rp 500 ribu per anak per bulan. Kader akan memberikan makanan kepada balita stunting yang sudah sesuai arahan ahli gizi dari puskesmas. 

“Jadi, tiap hari ada yang kirim makanan, bahkan menunggui saat makan. Harapannya, dalam dua bulan ke depan ada penurunan stunting yang signifikan. Info dari Disdalduk Januari kemarin ada 1.800an, sekarang tinggal 1.400an. Harapannya, akhir tahun bisa di bawah 1.000,” jelasnya. 

Selain penyediaan makanan sehat melalui program Dahsyat, Ade menambahkan, sosialisasi terkait pola asuh juga perlu dilakukan. Pasalnya, dari 45 kasus stunting di Gajahmungkur, 31 diantaranya dari keluarga miskin. Sedangakan, 14 lainnya dari keluarga mampu. Artinya, terdapat problematika pola asuh yang harus diperbaiki. 

“Jangan dipasrahkan ke yang momong saja. Kami juga menemukan ada orangtua menberikan jajanan yang penting anaknya tidak rewel, padahal tidak bergizi. Kami perlu beri pemahaman terkait pola asuh,” paparnya. 

Ketua Forum Kota Sehat Kota Semarang, Krisseptiana Hendrar Prihadi mengatakan, sangat mendukung program berbasis masyarakat dalam penanganan stunting. Gizi makanan bagi stunting perlu diperhatikan. Pemberian pemahaman kepada orangtua terkait gizi sangat diperlukan agar anak-anaknya bebas stunting. 

“Maka, perlu memberikan masukan gizi seperti apa, komposisinya apa karena komposisi anak beda dengan orang dewasa. Harus diinformasikan kepada ibu mengenai gizi yang baik,” ujar Tia, sapaannya. 

Tia mengatakan, penyuluh keluarga berencana (KB) menjadi garda terdepan. Mereka harus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa segala sesuatu harus direncanakan dengan baik mulai dari rencana pernikahan, program hamil, hingga memiliki anak. 

“Kalau di luar rencana itu risiko, entah risiko anak stunting, belum ada kesiapan mental, ekonomi belum memadai. Maka, perlu disiapkan terutama sejak remaja,” jelasnya. 

Ketua Ikatan Penyuluh KB (Ipe KB) Kota Semarang, Gani Adityatama mengatakan, penyebab kasus stunting di Gajahmungkur mayoritas karena gizi belum diperhatikan sejak masa kehamilan. Selain itu, pemberian asi esklusif juga belum dilakukan sepenuhnya. Hal ini masih perlu disosialisasikan. 

“Di Gajahmungkur, stanting juga tidak hanya berkaitan dengan gizi tapi peran lingkungan, pola pengasuhan, dan bangunan seperti sanitasi jamban kotor juga bisa menyebabkan stunting,” katanya. 

Pihaknya terus melakukan ssosialisasi mengenai penurunan angka stunting, khususnya mulai remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, kelahiran, hingga pertumbuhan anak umur 2 tahun terus dilakukan. Ada 44 penyuluh KB di Kota Semarang dan satu pembantu penyuluh KB desa (PPKBD) di setiap kelurahan yang melakukan sosialisasi. Penggunaan alat kontrasepsi KB juga terus dilakukan sosialisasi. 

“Setelah melahirkan pakai KB agar terlindungi, jaraknya tidak terlalu dekat. Kami bekerjasama dengan kader melakukan sodialisais tersebut,” ucapnya. (ksm)