Semarang, UP Radio – Meski dengan prosesi yang sederhana dan keterbatasan, prosesi tradisi dugderan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan tetap digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Kamis (23/4) pagi.
Jika tahun-tahun sebelumnya, tradisi dugderan menyambut bulan ramadan di Kota Semarang digelar dengan arak-arakan dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Kauman dan melibatkan banyak massa, kali ini hanya digelar dengan sangat sederhana.
Pada tradisi dugderan kali ini, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu berkunjung ke Masjid Agung Kauman dengan membawa hantaran berupa kue replika masjid dan berbagai makanan khas kota semarang seperti kue ganjel rel untuk melengkapi prosesi dugderan.
Prosesi Dugderan juga dilaksanakan dengan pembacaan halaqoh oleh Wali Kota Semarang kemudian dilanjutkan dengan menabuh bedug sebagai tanda akan dimulainya ramadan.
“Dugderan tiap tahun adalah sebuah tradisi budaya untuk kita menyampaikan kepada seluruh warga Semarang bahwa tidak lama lagi umat islam di bulan ramadan menjalankan ibada puasa. Karena ada wabah covid, kami lakukan secara sederhana. Hanya saya, bu wakil, dan pak sekda, Kyai Hanif selaku Takmir dan beberapa kyai,” papar Hendi, sapaan akrab Wali Kota Semarang.
Meski digelar sederhada, kata Hendi, prosesi tradisi dugderan dijalankan sesuai dengan budaya yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu yakni membaca halaqoh dan menabuh bedug.
Dia berharap, momentum ini membuat warga Kota Semarang bisa menjalaknan ibadah puasa dengan lebih khusu. Dia juga berpesan agar warga sebaiknya menjalankan ibadah-ibadah keagamaan di rumah saja.
“Selamat menjalankan puasa di bulan ramadan mudah-mudahan ibadah kita diterima di bulan puasa ini,” ucapnya.
Ketua Takmir Masjid Agung Kota Semarang, KH Hanief Ismail mengatakan, sesuai dengan anjuran pemerintah, pihak masjid tidak menggelar salat tarawih berjamaah di Masjid Agung Kota Semarang.
“Dalam rangka menghindari merebaknya covid, masjid Agung Semarang sudah sejak 27 Maret tidak menyelenggarakan salat Jumat. Jumat saja tidak, apalagi tarawih,” kata KH Hanief.
Dia mempersilakan masyarakat beribada di rumah atau di musala setiap kampung. Jika menyelenggarakan shalat tarawih di mushala, dia mengimbau tetap menjaga protokol kesehatan.
“Kalau mushala terbatas dengan warga setempat yang mungkin sudah tahu masing. Kami mengimbau andai menyelenggarakan salah tarawih dengan tetep menjaga protokol kesehatan,” katanya. (ksm)