Semarang, UP Radio – Pagelaran Motocross Grand Prix ( MXGP) 2018 yang dihelat di Bukit Semarang Baru (BSB) Mijen Kota Semarang masih menyisakan persoalan. Pasalnya, pesta balap motor yang melahap uang rakyat dari APBD Kota Semarang senilai Rp 18 miliar itu belum dilakukan Laporan Pertanggungjawaban (LPj).
Meski LPj MXGP 2018 belum beres, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tetap ngotot bakal menggelar event balap Motocross Internasional, MXGP 2019 yang rencananya bakal digelar pada 14 Juli 2019 mendatang. Dana yang akan digunakan kurang lebih Rp 14 miliar dari APBD Kota Semarang.
Bahkan sejak awal, gelaran MXGP ini telah terjadi pro kontra. Di jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang pun seolah pecah kongsi soal MXGP ini. Pasalnya, sebagian anggota dewan mendukung acara ini, sebagian lagi menolak keras karena dianggap sebagai pemborosan dan penggunaan anggaran tidak tepat guna.
Pihak yang tidak setuju salah satunya adalah Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Joko Santoso. Bahkan dia paling lantang merekomendasikan agar pelaksanaan MXGP 2019 dibatalkan. Apalagi LPj MXGP 2018 saja belum beres. Ia menilai anggaran dana hibah untuk MXGP ini jika tidak ada kejelasan LPj, maka bukan tidak mungkin akan menjadi kasus korupsi.
“Karena masih banyak masalah, khususnya masalah penerima hibah tahun (2018) lalu. Ikatan Motor Indonesia (IMI) Jateng sebagai penerima dana hibah MXGP 2018, juga tak merekomendasikan pelaksanaan MXGP 2019, karena laporan pelaksanaan dan penggunaan anggaran tahun lalu (oleh event organizer) belum beres,” katanya, Selasa (21/5).
Maka dari itu, Joko merekomendasikan MXGP 2019 untuk tidak dilaksanakan. Apalagi alokasi anggaran yang disiapkan Pemkot Semarang untuk event ini cukup besar, yakni kurang lebih Rp 14 miliar. Alangkah lebih baik anggaran tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih jelas bermanfaat. “Masyarakat masih membutuhkan anggaran besar, khususnya untuk peningkatan infrastruktur dan penanganan masalah di masyarakat, salah satunya persoalan banjir,” katanya.
Apabila Pemkot Semarang memaksakan MXGP 2019 tetap digelar, lanjut dia, maka masyarakat dan penegak hukum harus ikut memantau anggaran ini. “Ada kesan pelaksanaannya dipaksakan, sebab IMI Jateng sendiri (selaku pihak yang menerima hibah) menolak event tersebut,” tegasnya.
Artinya, pengelolaan anggaran dalam gelaran MXGP 2019 tersebut sangat ganjil dan tidak transparan. Berdasarkan evaluasi MXGP 2018 lalu, lanjut Joko, pihaknya tidak melihat adanya dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Padahal saat itu, MXGP menelan biaya Rp 18 miliar habis dalam dua hari. “Efek dari manfaatnya tak sebanding dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan,” katanya.
Ketua IMI Jateng, Kadarusman, mengatakan penolakan IMI Jateng bukan tanpa alasan. IMI Jateng selaku penerima hibah MXGP 2018 Rp 18 miliar hingga saat ini belum menerima laporan pertanggung jawaban (LPj) dari PT Arena Sirkuit Internasional (ASI) sebagai penyelenggara.
“LPj tahun kemarin belum beres. Kami memang pernah menerima LPj awal, namun isinya belum bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
IMI Jateng bahkan telah mengirimkan surat penolakan tersebut kepada Kemenpora pada April 2019 dengan ditandatangani sebanyak 32 pengurus dari 36 pengurus. “Kami akan tolak penyelenggaraan event MXGP di Kota Semarang sebelum menyelesaikan LPJ MXGP 2018,” tegasnya.
Jika tetap dilaksanakan, Kadarusman menegaskan bahwa event tersebut menabrak aturan. Sebab, Sesuai Telegram Rahasia (TR) Kapolri, TR/227.2/1998 tanggal 27/10/1998, dalam penyelenggaraan event otomotif di daerah penyelenggara harus meminta rekomendasi dari IMI daerah. TR tersebut masih berlaku karena belum dicabut.
Dampak dari sikap IMI Jateng tidak merekomendasikan MXGP 2019, maka pergelaran MXGP 2019 terancam batal. Namun belakang, Pemkot Semarang bermanuver dan mengeklaim telah mendapat rekomendasi dari Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia (PP IMI). Pemkot Semarang bersikukuh MXGP 2019 tetap akan digelar.
“Pengurus Pusat IMI tidak masalah mengeluarkan rekomendasi. Tapi harus koordinasi dengan IMI setempat,” kata Kadarusman.
Hal yang terpenting, lanjut dia, LPj penggunaan anggaran 2019 harus beres terlebih dahulu. Hingga sekarang pihaknya masih menagih LPj tersebut. Berdasarkan pengecekan oleh tim verifikasi internal IMI Jateng LPj awal yang diserahkan kepada pihaknya, ditemukan banyak kejanggalan. “Ada beberapa item yang dianggap janggal. Misalnya transfer dana sebesar Rp 10 miliar yang diberikan kepada pihak pemberi lisensi internasional MXGP, tidak bisa diLPJ-kan (oleh EO) dengan benar,” katanya.
Ia mengaku sangat mengkhawatirkan penggunaan dana hibah Rp 18 miliar pada 2018 tersebut menjadi persoalan hukum di kemudian hari. Padahal, IMI Jateng selaku pihak yang menerima hibah merupakan pihak yang harus bertanggungjawab atas penggunaan dana hibah tersebut.
Lebih lanjut, penerima hibah Rp 18 miliar tersebut adalah Pengprov IMI Jateng. “Atas desakan Wali Kota Semarang dananya 90 persen lebih kita serahkan ke EO. Nah, kalau EO sebagai pelaksana tidak bisa memberikan laporan keuangan secara baik,” jelasnya.
Sebelumnya, Kadarusman sempat menyampaikan, dana Rp 18 miliar pencairan dana hibah tersebut, sebanyak Rp 17.197.500.000 diserahkan kepada pihak EO yakni PT Arena Sirkuit Internasional (ASI) atau Lightning Production secara bertahap, awal tahun 2018. Sisanya Rp 802.500.000 dikelola IMI Jateng di antaranya untuk city tour, pengadaan sebagian seragam, maintenance sirkuit serta bantuan transport tenaga keamanan. IMI Jateng juga menerima Rp 500 juta, sebagai fee bagi hasil penjualan tiket dan sponsor.
Kadarusman mengaku semua dana yang diterima IMI Jateng bisa dipertanggungjawabkan. “Kami menggunakan jasa akuntan publik serta membentuk tim verifikasi internal. Hasilnya, dari Rp 802,5 juta yang kami terima ada dana Rp 236,6 juta yang tidak dipergunakan dan telah kami kembalikan ke kas daerah. IMI Jateng sangat akuntabel dalam penggunaan anggaran tersebut,” jelasnya.
Namun, untuk penggunaan dana melalui EO, ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan tepat waktu. Penyelenggaraan MXGP 2018 adalah 7-8 Juli 2018, sementara batas waktu LPJ seharusnya akhir tahun 2018 lalu. Namun entah kenapa sampai saat ini LPj juga belum diserahkan kepada IMI Jateng sebagai penerima hibah. Sehingga IMI Jateng juga belum bisa menyerahkan LPJ ke Pemkot Semarang. (ksm)