Semarang, UP Radio – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berhasil mengubah acara Hari Anak Nasional yang semula seremonial menjadi lebih meriah setelah Gubernur mengajak anak-anak bermain engklek.
Acara yang digelar di Grand Maerakaca Semarang pada Selasa (23/7) itu semula memang sangat protokoler. Tenda, panggung, dan kursi duduk menambah kuatnya kesan resmi.
Melihat hal itu, Ganjar pun “berulah”. Ketika panitia mempersilakan sambutan, ia justru menuju bawah panggung. Menggunakan kapur tulis, pria berambut putih itu terlihat menggambar sesuatu di lantai paving.
Baru jadi separuh, ia meminta anak-anak TK dan SD maju mendekat. “Ada yang tau gambar ini?”, tanya dia pada anak-anak.
“Engklek!,” teriak anak-anak. Siswa SD Terang Bangsa bernama Yeski Alputra Emas kemudian diminta meneruskan karya Ganjar. Jadilah tujuh kotak bersambung membentuk pesawat terbang.
“Ayoo… siapa yang bisa main engklek,” tanya Ganjar sekaligus ajakan kepada anak-anak.
Sejurus kemudian nampak anak-anak bergantian main engklek atau juga dikenal dengan nama sundamanda. Menggunakan pecahan genteng sebagai “gacuk”, kaki-kaki mungil itu meloncati kotak demi kotak. “Awas jangan injak garis,” teriak Ganjar.
Selain main engklek, Ganjar juga meminta satu persatu unjuk penampilan. Ada yang menyanyi lagu kebangsaan, ada pula yang mengaji Surat Al Kautsar. Yeski dan teman-temannya pun mendapatkan beragam hadiah dari Ganjar
“Senang sekali bisa main engklek bareng pak Gubernur. Biasanya main dengan teman-teman di rumah. Selain engklek, saya biasa main petak umpet, gobag sodor, betengan dan lainnya,” ucap Yeski.
Ganjar begitu senang melihat anak-anak masih banyak yang bisa permainan tradisional. Di tengah kemajuan zaman, permainan tradisional tidak boleh dilupakan.
“Sebenarnya ketika anak-anak berkumpul, mereka masih bermain permainan tradisional. Meskipun sekarang gadget sudah banyak, namun mereka tidak lupa dengan permainan ini, sehingga mereka punya kohesi dengan teman-teman seusianya,” ucap Ganjar.
Tugas pemerintah, lingkungan dan orang tua lanjut dia adalah menjaga keceriaan anak-anak tersebut. Orang tua harus memberi teladan yang baik, sekaligus menjadi benteng akan pengaruh negatif kemajuan teknologi.
“Hati-hati, ada banyak bahaya seperti narkoba, bullying, paham radikal yang ada di media sosial. Orang tua harus mengawasi itu,” terangnya.
Ganjar juga menyoroti persoalan Anak Dengan HIV/AIDs (ADHA) di Jawa Tengah. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, Jateng berada di peringkat empat jumlah ADHA terbanyak. Rinciannya; Papua 536 anak, Jatim 421 anak, Jabar 320 anak, Jateng 308 anak, dan DKI Jakarta 304 anak.
“Disamping negara, pemerintah dan orang tua membantu mereka dalam proses pengobatan, kita juga harus memastikan ADHA bisa bergaul dengan teman-temannya. Sehingga, mereka tetap memiliki teman, tidak diasingkan dan secara psikologis mereka merasa ada. Tinggal dokter, orang tua dan pemerintah menjelaskan pada anak-anak untuk tidak menjauhi mereka,” tutupnya. (hmsprov/shs)