Semarang, UP Radio – Kondisi makam Mbah Luhung salah satu ulama di Kota Semarang tampak kurang terawat. Kondisi area pemakaman Habib Luhung Alwi bin Hasan bin Toha bin Yahya atau makam Mbah Luhung sangat memperihatinkan.
Makam Mbah Luhung yang berada di Jalan Tunggu Raya Timur, Perum Cluster Dahlia, Meteseh ini membutuhkan perawatan Pemkot Semarang.
Pasalnya perawatan yang di lakukan saat ini hanya mengandalkan sedekah dari peziarah.
Menurut informasi yang di himpun, makam yang di kenal sebagai makam Mbah Luhung ini. Merupakan putera dari Habib Hasan dan masih memiliki hubungan darah alias nasab dengan Habib Toha atau Mbah Depok, yang juga alim ulama dan pejuang bangsa ini.
Revitalisasi dari Pemkot Semarang, sebenarnya sudah di,lakukan pada tahun 2019 lalu.
“Area pemakaman ini di temukan tahun 2017 lalu oleh Habib Lutfi bin Yahya. Sebenarnya tahun 2013 sudah di temukan makam Mbah Luhung. Dan baru di ketahui masih keluarga Habib Lutfi pada tahun 2017 itu,” kata Juru kunci area pemakaman Mbah Luhung, Ahmad Susanto Albari.
Sebelum ada yang menemukan, lanjut dia, pria yang akrab di sapa Gus Susanto Mbah Luhung merupakan kakek dari Habub Lutfi. Dahulu pada tahun 2013, sebelum ada pembangunan area pemakaman ini masih kawasan hutan dan dikelilingi sungai.
“Karena dulu belum tahu ini makam siapa, tetap saya rawat dan alhamdulilah ketemu terntata kakek dari Abah (Habib Lutfi,red),” tuturnya.
Sekitar tahun 2018 dan 2019, area pemakaman di lakukan revitalisasi, misalnya pavingisasi dan bangunan lainnya. Namun karena termakan usia, akhirnya banyak atap atau eternity yang rusak dan jebol.
Gus Susanto sendiri berharap Pemkot Semarang bisa memberikan bantuan berupa pembangunan ulang, tujuannya agar peziarah bisa nyaman, dan bisa dijadikan kawasan wisata religi.
“Peziarah sebenarnya banyak, mohon bisa kembali diperhatikan agar wisatawan juga nyaman. Selain itu butuh di bangun pagar, karena banyak anak-anak yang bermain di sungai dan cukup membahayakan,” tambahnya.
Untuk perawatan sehari-hari, ia mengaku hanya mengandalkan sedekah dari peziarah yang datang setiap hari dan kemudian di kumpulkan.
Itupun jumlahnya tidak seberapa, kadang terkumpul Rp 100 ribu, kadang lebih. Uang sebesar itupun habis untuk membayar listrik yang tiap bulannya sekitar Rp 100 ribu.
“Saya berharap kepada pemkot untuk lebih memperhatikan, misal mengganti lampu dan perbaikan lainnya. Apalagi kamar mandi yang ada masih belum jadi,” pungkasnya.