Bandung, UP Radio – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, masih ada sekitar 60 BPR dari 304 BPR di Jateng-DIY yang belum memenuhi modal inti minimum sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum.
Deputi Direktur Manajemen Strategis dan Kemitraan Pemerintah Daerah Kantor OJK Regional 3 Jateng dan DIY, Dedy Patria mengungkapkan sesuai aturan tersebut tertulis hingga batas waktu akhir tahun 2019 setiap BPR wajib memenuhi modal inti sebesar Rp3 miliar. Selanjutnya, hingga akhir tahun 2024 setiap BPR wajib memenuhi modal inti minimal Rp6 miliar.
“Sesuai dengan ketentuan, OJK akan memberikan batas waktu bagi BPR untuk menyusun ‘action plan’ terkait rencana permodalan untuk memenuhi ketentuan aturan OJK,” tegas Dedy dalam paparannya saat memberikan materi pelatihan wartawan di Bandung. (22/2).
Dedy juga menuturkan penyusunan action plan merupakan upaya OJK terhadap keseriusan BPR untuk memenuhi kewajiban permodalan.
Menurutnya, pada pendampingannya, OJK berupaya memenuhi beberapa syarat, salah satunya pemenuhan modal BPR dengan memanfaatkan investor eksisting maupun investor baru.
“Terakhir, jika tidak memungkinkan BPR untuk menambah modal inti, kami mendorong agar mereka melakukan merger,” tambahnya.
Dijelaskan, dari sekitar 60 BPR yang belum memenuhi modal minimum tersebut, diprediksikan hanya ada lima BPR yang betul-betul kesulitan memenuhinya. Adapun bagi BPR yang tidak dapat memenuhi aturan tersebut, akan ada beberapa konsekuensi yaitu mengalami penurunan tingkat kesehatan.
“Kondisi ini berdampak pada beberapa sanksi, di antaranya larangan membuka jaringan kantor dan larangan melakukan aktivitas penukaran mata uang asing,” jelasnya.
Terkait hal itu, ia berharap BPR dapat memenuhi syarat yang berlaku karena jika harus berhadapan dengan sanksi maka akan mematikan banknya.
“Meski demikian, akan kami lihat apa solusi untuk bank-bank yang tidak memenuhi ini. Harus ada solusi yang sifatnya memperkuat kondisi lembaga keuangan tersebut,” tandasnya. (shs)