Semarang, UP Radio – Semakin maraknya kasus pidana korupsi membuat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah bersama Kecamatan Semarang Barat mengadakan penyuluhan dan sosialisasi terhadap penerangan hukum (penkum).
Kegiatan yang diadakan di aula Kecamatan Semarang Barat mengundang perangkat kelurahan di lingkungan Kecamatan Semarang Barat.
Kasie Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Bambang Tejo mengatakan melalui kegiatan penyuluhan ini diharapkan bisa terus mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) untuk bisa bekerja sesuai dengan koridor hukum.
Hal ini untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang bisa saja terjadi dilingkungan pekerjaan.
Bambang menyebutkan potensi penyimpangan yang bisa saja terjadi misalnya adalah dalam pengelolaan anggaran dan juga gratifikasi.
Pengelolaan anggaran sebaiknya dilakukan dengan baik. Sementara untuk gratifikasi baik besar ataupun kecil juga harus dihindari.
“Biasanya dalam penyelenggaraan kegiatan, potensi penyimpangan itu bisa muncul dan sebisa mungkin diminimalisir hal-hal yang menyimpang itu,” kata Bambang, Selasa (20/9).
Ia memaparkan kasus penyimpangan yang kerap terjadi adalah tindak pidana korupsi. Ia berharap dengan adanya sosialisasi ini bisa meminimalisir kasus tersebut.
Meski demikian, ia mengaku di lingkungan Kecamatan Semarang Barat hingga saat ini masih belum ditemukan penyimpangan yang berkait dengan tindak pidana korupsi.
“Semarang Barat belum menemukan kasus jadi clear area disini,” ucapnya
Camat Semarang Barat, Elly Asmara mengatakan di lingkungan Semarang Barat yang terjadi adalah kesalahpahaman masyarakat dalam urusan pengurusan PTSL.
Ia menjelaskan ada informasi yang kurang jelas di masyarakat terkait dengan biaya kepengurusan PTSL dan jika tidka dijelaskan dengan baik oleh petugas akan berakibat pada anggapan adanya pungutan liar (pungli).
Sesuai SKB 3 Menteri, lanjutnya, sebelum masuk pada proses pengurusan PTSL memang ada biaya yang telah ditentukan yakni Rp 150 ribu yang digunakan untuk biaya materai, uang transportasi panitia, biaya pengukuran dan biaya patok.
Namun beberapa masyarakat ada yang melaporkan ada uang yang dikeluarkan diluar biaya tersebut, namun oleh panitia kurang ada penjelasan secara rinci.
“Jadi ada masyarakat yang datang ke kami (Kecamatan) menanyakan biaya diluar itu (Rp 150 ribu) tapi oleh panitia tidak dijelaskan kalau misalnya itu biaya pengurusan di notaris dan sebagainya, jadi terkesan ada pungli padahal bukan,” jelasnya.
Melalui penyuluhan dan sosialisasi ini, ia berharap bisa membina perangkat kelurahan untuk bisa memberikan informasi dengan benar dan jelas agar tidak ada permasalahan yang muncul di masyarakat.
“Dengan adanya kegiatan ini akan menambah keyakinan perangkat kelurahan dan Kecamatan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan hukum agar tidak ragu-ragu jadi jika memang tidak melakukan kesalahan ya jangan takut,” ungkap Elly. (ksm)