Semarang, UP Radio – Pemanfaatan tehnologi utamanya Akses internet melalui gawai membuat pola berbahasa masyarakat menjadi berubah.
Berbagai ungkapan, singkatan, dan akronim baru lahir akibat tingginya komunikasi melalui internet.
“Pada dasarnya pengguna bahasa berusaha semudah dan seminim mungkin menggunakan tenaga ketika berbahasa melalui penghematan dalam penggunaan unsur-unsur kebahasaan,” ungkap Rektor UPGRIS Dr Sri Suciati MHum, dalam Seminar Nasional dalam rangka peringatan bulan bahasa dan sastra tahun 2022, yang diselenggarakan oleh Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), 19 Oktober 2022.
Menurut Suci, kebiasaan masyarakat pengguna internet mutakhir sangat mengutamakan keekonomisan dalam berbahasa.
“Kalau ada kata atau ungkapan yang lebih singkat, kita tidak perlumenggunakan kata atau ungkapan yang lebih panjang karena hal itu tidak ekonomis,” ucap dosen program studi Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini.
Suci menambahkan, seperti yang disinggung oleh linguis John WM Verhaar, dalam semua bahasa di dunia, penutur berusaha untuk ‘menghemat’ tenaga dalam pemakaian bahasa dan memperpendek tuturannya.
“Sejauh hal itu tidak menghambat komunikasi, dan tidak bertentangan dengan budaya tempat bahasa tersebut dipakai. Sifat ‘hemat’ itu dalam bahasa lazim disebut ekonomi bahasa,” pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Pusat Pembinaan bahasa dan sastra, Badan Bahasa Kemdikbud, Dr Muhammad Abdul Khak MHum.
“Era digital harus mendapat perhatian khusus” tegas Abdul Khak.
Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap kemajuan bahasa Indonesia, Khak menyoroti pentingnya produk kebahasaan yang dihasilkan oleh instansi ataupun lembaga bahasa bisa disajukan dengan pendekatan digital.
“Produk bahasa yang dihasilkan harus berorientasi pada pengguna agar lebih mudah diakses di mana pun dan kapan pun, jangkauan lebih luas, biaya lebih murah, dan tidak memerlukan tempat penyimpanan produk secara fisik,” katanya.
Acara seminar nasional yang digelar secara daring diikuti 250 peserta diantaranya guru, mahasiswa sarjana, mahasiswa pascasarjana, hingga masyarakat umum. (pai)