Semarang – Serikat pekerja dari berbagai aliansi melakukan audiensi bersama DPRD Kota Semarang. Mereka mendorong dewan pengupahan Kota Semarang segera membahas upah minimum kota (UMK) 2021.
Ketua Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo mengatakan, para buruh mengkhawatirkan masa pandemi Covid-19 menjadi alasan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak menaikkan upah.
Pasalnya, selama ini pemerintah berpedoman pada PP 78/2015 untuk menetapkan UMK, yang mana pertumbuhan ekonomi dan inflasi menjadi kunci dalam perhitungan.
Padahal, pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 ini cukup buruk. Maka dari itu, dia berharap pemerintah dan DPRD peduli akan hal tersebut.
“Meski pertumbuhan ekonomi -5,32 persen bukan berarti tidak menaikan upah pekerja. Harus tetap ada kenaikan karena dengan menaikkan upah bisa meningkatkan daya beli masysrakat dan memperbaiki perekonomian Kota Semarang,” papar Heru.
Dia bersama sejumlah serikat pekerja akan memperjuangkan tetap ada kenaikan UMK di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, memasuki September semestinya Dewan Pengupahan Kota Semarang sudah mulai melakukan rapat membahas UMK 2021. Sementara dewan pengupahan hingga kini belum mengadakan pertemuan.
“Kami punya inisiatif untuk mendorong UMK 2021 mulai dibahas. Melalui DPRD, kami ingin ini segera dibahas,” tegasnya.
Heru melanjutkan, serikat buruh juga meminta pemerintah tidak menggunakan PP 78/2015, melainkan harus melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar pertimbangan penentuan UMK.
Terlebih, di tengah pandemi ini, ada kebutuhan-kebutuhan tambahan yang harus dipenuhi masyarakat.
“Kami menyampaikan konsep KHL jadi salah satu dasar yang dapat digunakan DPRD untuk melakukan terobosan dan mengusulkan kepada pemerintah. Kami sampaikan data survei yang telah dilakukan,” paparnya.
Di sisi lain, menjelang masa pesta demokrasi nanti, wali kota akan digantikan oleh penjabat wali kota. Pihaknya khawatir, penjabat wali kota tidak paham terkait konsep yang diinginkan oleh para buruh.
Karena itu, dia berharap DPRD bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan konsep tersebut.
“Nanti wali kota kan Pj. Kami dorong supaya saat mengusilkan besaran UMK ke gubernur berdasarkan konsep yang kami sampaikan,” tambahnya.
Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo memahami keinginan atau usulan buruh.
Tentu, dengan situasi pandemi ini kebutuhan mereka semakin berat. Terlebih, banyak sesama rekan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kami minta dewan pengupahan melakukan pertemuan secara tripartit antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Sama-sama memformulasikan besaran sesuai peraturan perundang-undangan,” pinta Anang.
Menurutnya, apabila formula yang digunakan sesuai dengan PP 78/2015, tetap ada kenaikan upau meski angkanya cukup kecil yakni kisaran dua hingga empat.
“Saya pikir pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jelek karena yang dipakai adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi kuartal 3 dan 4 tahun 2019 dan kuartal 1 dan 2 tahuj 2020,” jelasnya.
Sementara, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, Sutrisno mengatakan, pemerintah atau negara tidak akan membiarkan dan merugikan buruh.
Pihaknya akan akan melakukan upaya terbaik untuk semua pihak.
“Aspirasi akan kami catat. Kami menunggu dari pemerintah pusat yang bisa dijadikan pedoman. Pandemi ini saya kira disikapi sebagai pedoman. Pemerintah pun ingin bahwa kesejahteraan pekerja jadi pedoman,” paparnya.
Dia menuturkan, telah merencanakan melakukan pertemuan tripartit dengan pemerintah, pengusaha, dan buruh untuk membahas terkait hal tersebut. (ksm)