Semarang, UP Radio – Dinas Kesehatan Kota Semarang mengimbau para pedagang untuk tidak menjajakan “chiki ngebul”, jajanan viral yang dicelupkan ke nitrogen cair karena berdampak berbahaya bagi kesehatan.
“Januari ini, kami bareng BPOM melakukan pengawasan ‘chiki ngebul’ ini di TTU (tempat-tempat umum). Ketemu di Semarang Zoo, satu pedagang,” kata Kepala Dinkes Kota Semarang Abdul Hakam di Semarang, Selasa (31/1).
Kepada pedagang yang bersangkutan, kata dia, diimbau untuk tidak menjajakan “chiki ngebul” lagi, disertai penjelasan mengenai dampak-dampak kesehatan yang bisa ditimbulkan.
“Sejauh ini, di Kota Semarang adanya orang jualan (chiki ngebul). Namun, yang sampai membawa dampak negatif, Alhamdulillah belum ada,” kata Hakam.
Menurut dia, sebenarnya bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan “chiki ngebul”, termasuk nitrogen cair memiliki izin, tetapi pemanfaatannya untuk makanan yang kurang tepat.
“Sebetulnya bahan-bahan yang dipakai berizin. Karena pada saat dilakukan pengawasan, izin edarnya ada, ED-nya (expired date) ada. Cuma pemanfaatannya yang kurang tepat,” katanya.
Ia menjelaskan nitrogen cair banyak digunakan dalam dunia medis, yakni untuk metode pembedahan cryosurgery sehingga tidak tepat jika diaplikasikan ke dalam pembuatan makanan.
“Jika untuk makanan, (dampak, red.) pasti bisa mengganggu saluran nafas. Kami hanya bertugas pengawasan, kami temukan mengandung ini, misalnya. Imbau, enggak boleh dijual,” ujarnya.
Demikian pula, kata dia, puskesmas yang mengawasi di sekolah-sekolah, namun untuk penindakan atau penertiban penjual “chiki ngebul” ada pada satuan polisi pamong praja (PP).
“Kepada Dinas Pendidikan, rekomendasi pasti kami berikan. Bahan ini kalau bisa jangan digunakan campuran makanan untuk anak dan remaja,” pungkas Hakam.
Jajanan “chiki ngebul” yang dijuluki juga dengan “nafas naga” sebelumnya banyak digemari karena memberikan sensasi dingin, serta bisa mengeluarkan asap dari mulut dan hidung jika dikonsumsi.
Belakangan, “chiki ngebul” menimbulkan kontroversi setelah munculnya kasus-kasus luka bakar, kerusakan organ dalam, dan keracunan di beberapa daerah setelah mengonsumsinya, seperti di Tasikmalaya, Ponorogo, dan Bekasi. (ksm)