Semarang, UP Radio – Agus Riyanto Slamet, anggota legislatif Komisi C DPRD Kota Semarang dari Fraksi PKS, berkomitmen mengawal dan mendorong Pemerintah Kota Semarang dalam meningkatkan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas RTH di Kota Semarang pada 2024 baru mencapai 29,25 persen, sedikit lebih rendah dari standar minimal 30 persen yang ditetapkan.
Dalam diskusi terbaru mengenai RTH, dibahas prinsip dasar tata ruang yang mencakup pemanfaatan dan pengendalian ruang.
Pemanfaatan ruang harus mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sehingga keberadaan RTH tidak hanya memenuhi syarat administratif, tetapi juga berfungsi sebagai penyerap air, penurunan emisi gas rumah kaca, serta area konservasi ekologi.
“Kita harus memastikan bahwa pemanfaatan lahan sesuai dengan kapasitas lingkungan. Misalnya, wilayah seperti Tembalang dengan populasi mahasiswa yang tinggi harus mempertimbangkan ketersediaan air, pengelolaan limbah, serta daya tampung kawasan,” ujar Agus.
Agus juga menyoroti konsep RTH yang tidak hanya berupa kawasan hijau di daratan, tetapi juga kategori ‘RTH Biru’ seperti sungai, danau, dan drainase terbuka yang dapat dihitung sebagai bagian dari total RTH.
Peraturan terbaru dari Kementerian ATR/BPN mengatur secara lebih rinci indikator yang termasuk dalam kategori RTH, termasuk ruang terbuka hijau privat yang terdapat di lingkungan perkantoran dan hunian.
“Pemerintah daerah harus mulai mengidentifikasi RTH yang sudah ada, baik publik maupun privat, serta menentukan target pencapaian secara bertahap. Jika ada kekurangan, perlu dirancang strategi pengadaan lahan baru atau optimalisasi lahan eksisting,” lanjutnya.
Selain memenuhi target persentase, ruang terbuka hijau di Kota Semarang juga diarahkan untuk memiliki fungsi yang lebih aktif.
Konsep RTH publik yang aktif mencakup taman kota, ruang interaksi sosial, dan fasilitas umum lainnya yang tetap mengedepankan prinsip utama sebagai ruang ekologis.
“Setiap kelurahan sebaiknya memiliki RTH publik yang tematik dan sesuai dengan karakter wilayahnya. Dengan demikian, manfaatnya bisa lebih maksimal bagi warga sekitar,” tambahnya.
Kemudian, Agus juga menekankan Pemerintah perlu pertimbangan matang ketika ingin mengubah status tanah di Kota Semarang agar RTH tetap terjaga.
“Pemerintah juga harus menjaga daerah-daerah pertanian sebagai penyumbang ruang terbuka hijau. Apabila memungkinkan terjadi perubahan menjadi perumahan, perlu adanya kajian yang matang dalam pemberian izin dalam perubahan status tanahnya,” pungkasnya.
Agus berharap melalui kebijakan yang terstruktur, keberlanjutan ekosistem dapat tetap terjaga, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan nyaman bagi masyarakat Kota Semarang.(ksm)