Magelang, UP Radio – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jawa Tengah dan Yogyakarta membentuk agen-agen literasi keuangan hingga ke tingkat desa. Langkah ini dilakukan untuk mencegah pinjaman online ilegal yang makin merajalela.
Kepala OJK Kantor Regional Jateng – DIY, Aman Santosa mengatakan, agen literasi ini melibatkan kepala desa atau lurah yang akan memberikan edukasi bagi masyarakatnya. Keberadaan agen ini akan memperkuat warga pedesaan literasi keuangan warga pedesaan sehingga tidak mudah terjebak oleh pinjaman online ilegal.
“Konsepnya seperti jogo tonggo dalam menghadapi pandemi covid 19,” kata Aman Santosa, dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) tentang Literalasi dan Inklusi Keuangan, di Magelang, Kamis (24/11/2022).
Menurutnya, program pelibatan lurah atau kepala desa sebenarnya sudah dilakukan OJK Yogyakarta. Bahkan, pada Desember mendatang akan diujicobakan di Wonosobo.
“Keterlibatan lurah dan kades sebagai agen literasi di tingkat bawah ini, otomatis sebagai garda depan untuk memerangi bisnis ponjol ilegal atau investasi bodong yang sudah merangsek di pedesaan,” ungkapnya.
Dijelaskan, banyak petani, pemilik penggilingan padi dan usaha desa lain harus dibentengi dari upaya busuk atau iming iming untung besar dan cepat dari bisnis pinjol ilegal dan investasi bodong. Oleh karena itu, agar korban tidak semakin berjatuhan, OJK selain mempersiapkan Satgas Waspada Investasi, juga akan melibatkan lurah sebagai agen literasi keuangan.
“Di Solo, OJK sudah menggandeng Babinsa dan Babinkamtibmas selaku organ TNI dan Polri di tingkat kecamatan untuk membantu. Jadi pelibatan lurah dan kades ini, untuk memerangi dan menutup ruang tipu tipu pinjol atau investasi ilegal atas masyarakat akar rumout pedesaan,” jelas Aman.
Selain memberikan edukasi soal literasi keuangan, lanjutnya, lurah dan kades merangkap penerima laporan atau adus warga desa yang menjadi korban pinjol ilegal atau investasi bodong. Mereka ini bertanggungjawab, jika warga desa kena tertipu atau terjebak pinjol ilegal atau investasi bodong.
“Jadi bukan lurahnya yang diedukasi, tapi mereka ikut sedih dan bertanggungjawab jika warga desa sampai tertipu usaha keuangan ilegal ini,” ujar Aman.
Aman mengilustrasikan, jika saat pandemi covid 19, ada jogo tonggo yang terus sosialisasi dan mengingatkan, maka dalam literasi keuangan di tingkat kampung dan pedesaan ini ada lurah yang menjadi garda terdepan OJK, untuk mengingatkan dan sekaligus membentengi warga.
Nantinya, lurah dan kades lengkap dengan perangkatnya selaku person in charge (PIC) yang membidangi pusat literasi keuangan di desa akan menggandeng industri jasa keuangan (IJK) yang ada di desa setempat. OJK akan memfasilitasi dengan memberikan materi yang mereka perlukan, termasuk mengkoordinasikan dengan bank-bank di wilayah terdekat, untuk membantu.
“Contohnya, di Desa Jatilawang, Banjarnegara. Di situ ada kantor kas bank dan kantor cabang Bank. Kami minta desa itu kolaborasi dengan bank di sana, untuk memfasilitasi kegiatan literasi keuangan warga,” ujar Aman.
Dengan program terbaru itu, memungkinkan warga desa lebih memahami literasi keuangan. Dan mereka bisa mengadu atau melapor jika mereka menjadi korban pinjol ilegal atau investasi bodong.
Sementara terkait hasil survei literasi dan inklusi keuangan di Jawa Tengah, Aman menyebutkan, tingkat literasi terus meningkat. Jika pada 2019 baru 47 persen, maka pada 2022 kuartal tiga naik hingga mencapai 51 persen.
Sementara pada survei inklusi keuangan juga menunjukan peninhkatan pesat, dari capaian 65 persen pada 2019, menjadi 85 persen di tajun 2022. Masih ada gap antara literasi dan inklusi keuangan, meski semakin mengecil.
OJK mencermati, hingga kini masyarakat yang belum paham soal layanan jasa keuangan, masih banyak. Jadi tidak heran jika masih banyak yang terjebak, sehingga perlu peningkatan dan penguatan, dengan cara melibatkan lurah dan kades jadi agen literasi keuangan. (shs)