Semarang UP Radio – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang mencatat okupansi hotel bintang 1 hingga 3 justru mengalami kenaikan di tengah kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat.
Kepala BPS Kota Semarang, Rudi Cahyono mengatakan, tingkat penghunian hotel (TPK) lebih tinggi dibanding tahun lalu periode yang sama.
Data BPS menunjukan TPK hotel berbintang di Kota Semarang pada Januari 2025 sebesar 53,40 persen dan Februari sebesar 55,36 persen. Rata-rata Lama Menginap (RLM) tamu hotel berbintang para Januari 2025 selama 1,35 malam dan Februari 2025 selama 1,41 malam.
Jika dibandingkan dengan Januari
2024, TPK hotel naik 5,59 poin pada Januari dan naik 1,95 poin pada februari.
Hanya saja, kelas hotel yang cenderung naik yakni hotel bintang 1 hingga 3. Sementara, hotel bintang 4 dan 5 cenderung mengalami penurunan.
“Ini perlu didalami apakah layanan hotel bintang 1, 2, maupun 3 semakin baik,” ujarnya, Jumat, 25 April 2025.
Dari sisi okipansi hotel, dia menilai, konsumsi masyarakat untuk pemakaian akomodasi masih terbilang bagus. Di tengah kebijakan efisiensi anggaran, nyatanya TPK hotel justru naik. Namun, perlu dipahamai bahwa konsumsi hotel tidak hanya masyarakat namun pemerintah.
“Mungkin, kalau tidak ada efisiensi, okupansi hotel bisa semakin tinggi,” ujarnya.
Sementara dilihat dari perkembangan indeks harga konsumen, Rudi menyebut, Kota Semarang justru sempat mengalami deflasi pada Januari – Februari 2025.
Tingkat deflasi month to month Kota Semarang pada Januari 2025 sebesar 0,69 persen. Sedangkan, tingkat deflasi month to month Kota Semarang pada Februari 2025 sebesar 0,64 persen.
Dia menjelaskan, deflasi tersebut disebabkan adanya penurunan harga tarif listrik yang menjadi kebijakan pemerintah.
“Pada Januari – Februuari, pemerintab menetapkan diskon tarif listrik 50 persen. Itu yang menyebabkan Kota Semarang deflasi,” terangnya.
Kendati demikian, pada Maret 2025, saat diskon tarif listrik tidak diberlakukan, Kota Semarang tercatat mengalami inflasi 1,42 persen. Hal itu menunjukan daya beli masyarakat masih terjaga.
“Contoh di pengeluaran pribadi, penyediaan makanan minuman, belanja pakaian, alas kaki, kalau dari sisi kompenen tersebut, daya beli masyarakat masih terjaga,” jelasnya.
Di sektor lain, pihaknya masih melihat data secara keseluruhan. BPS sedang menyusun PDRB secara triwulan. Menurutnya, apakah efisiensi berdampak pada pertumbuhan ekobomi dapat dilihat pada PDRB triwulan 1.
“Kami sedang menyusun. Disitu (di PRDB) akan tergambar bagaimana pertumbuhan ekonomi di triwulan 1,” terangnya. (ksm)