Semarang, UP Radio – Tarif Tol Trans Jawa belakangan ini dikeluhkan berbagai pihak karena mahal. Kebijakan tarif tol baru tersebut dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyat kecil dan merugikan pengusaha.
Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Tengah, Tony Winarno menjelaskan, biaya antar logistik dari Semarang ke Surabaya melewati Tol Trans Jawa, harus merogoh kocek Rp 259 ribu untuk sekali jalan.
“Sementara ongkos solar Rp 200 ribu sekali jalan. Ongkos itu, dikalikan dua kali yakni untuk pulang pergi jadi Rp 518 ribu plus dengan biaya bahan bakar Rp 400 ribu pulang pergi pula,” katanya.
Dengan demikan, biaya logistik jauh lebih mahal. Mestinya, adanya jalan tol bertujuan agar bisa lebih efektif. Bisa memangkas biaya, akses lancar, dan mendukung roda perekonomian.
“Nah, ini malah menambah biaya. Dari segi bisnis jelas ini tidak menguntungkan bagi pengusaha logistik,” katanya.
Tony juga memertanyakan mengapa tarif tol sangat mahal. Kalau tarif mahal, rakyat tidak mampu membayar, dan pengusaha dirugikan, lantas untuk apa infrastruktur jalan tol dibangun? “Jalan tol ini untuk siapa? Kalau untuk rakyat, mengapa tarifnya sangat mahal. Sebab, tarif mahal ini sangat merugikan,” katanya.
Sejauh ini, kata Tony, barang-barang logistik yang paling banyak dikirim oleh anggota Asperindo mayoritas barang UMKM dari Solo, Semarang, maupun Yogyakarta dengan tujuan berbagai kota termasuk luar Jawa Tengah.
Semebtara itu Anggota DPR RI Komisi VI, Juliari Batubara menilai kondisi sekarang ini ada perubahan yang sangat pesat terkait infrastruktur jalan tol.
“Dulu dari Jakarta-Surabaya, yang bisa dilayani jalan tol hanya 20 persen. Sekarang 100 persen. Tentunya ada biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membangun yang 80 persen itu,” ungkap Juliari usai melakukan kunjungan kerja di Kelurahan Bendan Dhuwur, Gajahmungkur, Kota Semarang, Minggu.
Menurut dia, adanya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah itulah yang menyebabkan mahalnya tarif tol. “Tentunya, biaya ini membutuhkan pengembalian. Yang pasti begini, kalau kembali ke tarif lama sudah nggak mungkin,” katanya.
Dia meminta agar pengusaha realistis menyikapi tarif tol tersebut. Apabila tarif tersebut dirasa memberatkan, Juliari menyarankan agar disampaikan ke Kementerian Perhubungan. Apakah tarif tol tersebut bisa dikaji ulang atau tidak.
“Itu wewenang Kementerian Perhubungan, karena itu ranahnya eksekutif. Kalau balik ke tarif lama jelas enggak mungkin, yang realistis lah. Dulu Jakarta–Surabaya tol hanya 20 persen, sekarang 100 persen sudah ada konkretnya,” ujarnya. (ksm)