Semarang, UP Radio – Bank Indonesia semakin serius menggarap potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Sebagai wujud nyata dukungan penuh bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional, Bank Indonesia memberikan kontribusi aktif dengan menyusun blueprint pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardoyo mengungkapkan pengembangan ekonomi syariah disusun berlandaskan pada pilar pemberdayaan ekonomi syariah, pilar pendalaman pasar keuangan syariah hingga pilar riset, asesmen, dan edukasi.
“Ketiga Pilar ini menitik beratkan pada pengembangan sektoral usaha syariah, melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha syariah baik UKM dan pengusaha besar dan kalangan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren,” tegas Agus Martowardoyo saat membuka Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) 2018 regional Jawa di Semarang (2/5).
Saat ini, lanjut Agus, Bank Indonesia telah melakukan program pemberdayaan ekonomi terhadap 53 pesantren di Jawa sebagai bagian dari ekosistem halal value chain (rantai nilai halal) baik pada skala lokal maupun gobal.
“Banyak sekali potensi pemberdayaan pesantren yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat namun harus memanfaatkan manajemen likuiditas serta pembiayaan syariah, guna mendukung pengembangan usaha syariah,” bebernya.
Tahun ini merupakan tahun penentuan dalam tahap peletakan fondasi pengembangan. Sesuai dengan tahapan tersebut, maka tema utama yang akan diangkat pada FESI pada akhir tahun nanti adalah “Strenghtening National Economic Growth: The Creation of Halal Value Chains and Innovative Vehicles” yang mencerminkan bentuk konkrit program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dari seluruh anggota KNKS dan instansi terkait lainnya.
“BI terus Mendorong Peran Ekonomi Syariah dalam rangka Penguatan Ekonomi Regional dan Mewujudkan Jawa sebagai Poros Pemberdayaan Ekonomi Syariah Regional,” tambahnya.
Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo menambahkan ekonomi syariah telah ada di Jawa tengah sejak lama.
“Prinsip syariah ini sudah dirintis oleh Haji Samanhoedi di awal tahun 1900 an di Surakarta dimana sistim ekonomi bisa berjalan beriringan dengan akulturasi budaya,” ungkap Hamid.
Bank Indonesia telah memberdayakan santri pesantren dengan melakukan berbagai usaha dan pelatihan bagi santri yang dapat meningkatkan pendapatan peantren. (shs)