Semarang, UP Radio – Usulan besaran upah minimum kota (UMK) Semarang tahun 2020 yang diajukan oleh Dewan Pengupahan dari unsur serikat pekerja dan dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang muncul perbedaan.
Serikat pekerja Kota Semarang menyampaikan usulan UMK Semarang tahun sebesar Rp 3.159.612, sementara Apindo mengusulkan Rp 2.711.217.
Dewan pengupahan dari unsur serikat pekerja, Slamet Kaswanto menjelaskan, besaran UMK yang diusulkan tersebut berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang ada dalam Undang Undang nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan bahwa UMK ditetapkan gubernur berdasarkan KHL.
Sedangkan, usulan dari Apindo berdasarkan PP Nomor 78/2015 tentang penetapan upah dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Selama ini dalam PP 78/2015 hanya pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi ditambah UMK pada tahun berjalan yang digunakan sebagai acuan. Menurut kami itu belum mencerminkan kebutuhan hidup layak berdasarkan survei yang dilakukan tiap bulan,” ujar Slamet.
Lebih lanjut, pihaknya telah melaksanakan survei KHL sejak Januari hingga Oktober 2019. Survei tersebut dilakukan di lima pasar Kota Semarang, antara lain Pasar Mangkang, Karangayu, Jatingaleh, Langgar, dan Pedurungan dengan menyurvei 60 item yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak
“Itu kami survei kebutuhan pokok yang sesuai peraturan menteri. Ada 60 item mulai dari sandangan, pangan, papan. Perumahan dan kos-kosan pun kami survei. Usulan Rp 3.159.612 juta itu berdasarkan hasil rata-rata survei ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” jelas Slamet.
Pihaknya menegaskan, akan mengawal hingga usulan tersebut berada ditangan Wali Kota agar Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur.
“Kami kawal sampai Wali Kota, sampai Gubernur. Kalau dibutuhkan aksi, kami siap turun aksi,” imbuhnya.
Sementara, Dewan Pengupahan dari unsur Apindo, Bagus Andrianto menuturkan, usulan sebesar Rp 2.711.217 tersebut berdasarkan formula yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni dalam PP 78/2015 bahwa penetapan upah dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Adapun berdasarkan Surat Edaran Menaker RI nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019, perihal penyampaian Data Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8,51 persen.
“Dari Apindo tetap mengikuti peraturan. Sebenarnya, 8,51 saja itu berat, tapi bagaimanapun ini merupakan jalan tengah dari pemerintah. Kami support supaya industri tidak mati, karyawan dan pengusaha bisa berjalan bebarengan,” katanya.
Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, Ekwan Priyanto mengatakan akan menyampaikan dua usulan tersebut kepada Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi.
“Kami akan rekomendasikan kepada Wali Kota. Wali Kota nanti akam mengkaji, mempertimbangkan sesuai dengan peraturan yang ada. Kemudian, selanjutnya disampaikan kepada Gubernur paling lambat 4 November,” katanya.
Dia menjelaskan, sebelum berlaku PP 78/2015, penetapan UMK memaang berdasarkan survei yang dikakukan bersama. Namun, setelah berlaku PP 78/2015 tersebut, acuan UMK tahun mendatang dihitung berdasarkan UMK tahun berjalan ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. (shs)