Tol Trans Jawa Mendorong Investasi Jawa Tengah

Semarang, UP Radio – Beroperasinya Tol Trans Jawa yang menghubungkan ujung timur—barat Pulau Jawa turut mendorong pertumbuhan perekonomian di Jawa Tengah seiring dengan masuknya investasi dan peningkatan lapangan kerja.

Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Ali Huda mengungkapkan infrastruktur transportasi menjadi pendorong utama perekonomian suatu daerah. Pasalnya fasilitas tersebut memudahkan perpindahan barang dan orang, melalui kendaraan roda empat atau lebih.

“Adanya infrastruktur transportasi juga dapat mengundang investor untuk menjalankan bisnisnya di suatu daerah,” ujarnya.

Advertisement

Sebagai contoh, sambung Ali, di Amerika Serikat infrastruktur yang pertama dibangun sebagai akses ke satu wilayah ialah jalan tol. Dengan demikian, perkembangan daerah tersebut akan berjalan lebih cepat karena kemudahan aksesbilitas.

Oleh karena itu, pengembangan Tol Trans Jawa tentunya meningkatkan perekonomian Jateng, membuka lapangan kerja, dan memberikan pendapatan bagi negara. Tol juga mendukung percepatan distribusi barang, sehingga dapat menjaga harga komoditas.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka inflasi nasional pada November 2019 naik 3% year on year (yoy), sedangkan tingkat inflasi di Jateng lebih rendah, yakni 2,79% yoy.

Adapun, pertumbuhan ekonomi Jateng pada kuartal III/2019 mencapai 5,66% yoy, meningkat lebih tinggi dari PDB nasional sebesar 5,02% yoy.

 Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal DPMPTSP Jateng Didik Subiyantoro mengatakan, adanya infrastruktur tol mempercepat masuknya investasi ke Jateng. Hal ini turut mendongkrak perekonomian daerah kabupaten/kota.

“Dengan adanya tol, investor semakin tertarik untuk masuk karena memudahkan konektivitas,” ujarnya.

Per September 2019, realisasi investasi di Jateng mencapai Rp47,24 triliun. Perinciannya, Penanaman Modal Asing (PMA) Rp32,27 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp14,97 triliun.

Realisasi per September 2019 sudah mencapai 99,6% target investasi tahun ini sebesar Rp47,42 triliun.

Dari sisi lokasi, Kab. Jepara menjadi kabupaten favorit lokasi PMA dengan realisasi US$1,18 miliar (sekitar Rp16,63 triliun). Selanjutnya, ada Kab. Batang sebesar US$726,74 juta (Rp10,17 triliun), Kota Semarang US$97,56 juta, Kab. Brebes US$23,08 juta, dan Kab. Semarang US$20,92 juta.

Peningkatan investasi juga berimbas kepada penyerapan tenaga kerja. Per September 2019, tenaga kerja baru mencapai 71.639 orang, dengan kontribusi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 71.145 orang dan Tenaga Kerja Asing (TKA) 494 orang.

Didik menambahkan keberadaan konektivitas infrastruktur dapat mendukung target Jateng mencapai pertumbuhan ekonomi 7% pada 2023. Di sisi lain, pemerintah daerah perlu menjalankan strategi agar dampak ekonomi berkualitas dan merata bagi masyarakat.

“Jadi, dampak ekonomi tidak hanya di proyek prioritas seperti Kawasan Industri (KI) Kendal, KI Brebes, dan Kawasan Candi Borobudur, tetapi juga meluas ke daerah-daerah lain karena sudah saling terkoneksi,” paparnya.

Bupati Batang Wihaji menyampaikan wilayahnya terlewati oleh dua ruas Tol Trans Jawa, yakni Batang—Semarang dan Pemalang—Batang. Ada dampak positif dan negatif akibat beroperasinya tol tersebut.

Positifnya ialah makin banyaknya investasi yang masuk ke Batang. Namun, sekitar 30.000 UMKM terdampak karena wilayah Batang hanya menjadi area melintas, bukan lagi menjadi tempat transit.

Oleh karena itu, di KM 369 pemerintah akan mengembangkan rest area yang tergabung dalam pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOP) berbasis jalan tol.

Kawasan seluas 157 hektare (ha) itu akan mencakup berbagai fasilitas seperti pusat UMKM, hotel, pantai dan rekreasi air, wisata edukasi lingkungan, serta lapangan golf.

“Ini konsep rest area TOD berbasis tol pertama di Indonesia. Sekitar 70%-nya kita sediakan untuk UMKM, agar masyarakat kami terdampak positif dari adanya tol,” jelasnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Iswar Aminudin menuturkan untuk mengoptimalkan keberadaan Tol Trans Jawa, pemerintah masih memacu infrastruktur lainnya agar mengintegrasikan konektivitas.

Ke depannya, Semarang merencanakan pembangunan LRT senilai Rp14,76 triliun. Bahkan, dalam 5 tahun mendatang proyek infrastruktur di Ibu Kota Jateng ini mencapai Rp52 triliun.

Direktur Operasional PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero) Ahmad Fauzie Nur menyampaikan keberadaan Tol Trans Jawa mempercepat masuknya investasi di Jateng, di samping faktor-faktor lainnya seperti kepastian regulasi, harga lahan yang terjangkau, lokasi strategis, kemudahan berbisnis, dan tenaga kerja yang kompetitif.

“Makanya tak heran industri dari Jawa bagian barat berbondong-bondong ke Jateng, karena lebih kompetitif. Yang penting pindahnya gak keluar negeri, jadi dampak ekonominya tetap masih lebih banyak di dalam negeri,” paparnya.

Kepala Grup Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng Iss Savitri Hafid mengungkapkan, BI membuat riset analisis dampak infrastruktur konektivitas terhadap harga beras, yang selanjutnya menekan angka inflasi.

“Jadi dari penelitian kita terhadap komoditas beras, inflasi Jateng dan kawasan Jawa cenderung terjaga, karena pendistribusian beras dari sentra produksi semakin lancar,” imbuhnya.

Selanjutnya pada 2020, Jateng akan mengembangkan tol Semarang—Demak. Berdasarkan riset BI, pembangunan tol ini akan berdampak berbagai sektor industri seperti otomotif dan tekstil. Dalam rentang 2020—2025, ruas tol tersebut akan mendorong ekonomi Jateng hingga 0,04% per tahun.

“Selain itu, ada efisiensi transportasi hingga 9,16%. Ini baru penelitian terhadap satu ruas, belum ruas-ruas tol lainnya. Bisa dibayangkan dampak keseluruhan tol kalau dihitung,” paparnya. (rls/shs)

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement