Semarang, UP Radio – Keberhasilan Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus dugaan pemalsuan obat yang diproduksi di sebuah pabrik di Semarang mendapat apresiasi dari DPRD Kota Semarang. Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono, SH temuan tersebut menunjukan ada masalah dalam peredaran obat di kota ini.
Untuk itu dia minta Dinas Kesehatan Kota Semarang bertindak tegas dengan selalu melakukan control terhadap peredaran obat di masyarakat. “Dinas Kesehatan Kota harus terus melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap apotik dan tokok obat di Kota Semarang, jangan sampai masyarakat jadi korban,” ujar Wiwin Subiyono.
Saat ditemui usai menjadi narasumber dalam dialog interaktif DPRD Kota Semarang di Hotel Gets jalan MT Haryono Semarang, Wiwin Subiyono menegaskan pemantauan obat di masyarakat bisa dilakukan bekerja sama dengan Badan POM dan aparat kepolisian. “Jumlah apotik dan took obat di Semarang ada 400 an, tentu tidak mudah melakukan pemantauan secara rutin,” katanya.
Apalagi jumlah tenaga atau pegawai DKK juga terbatas sehingga harus dilakukan kerja sama. Wiwin Subiyono juga mengakui ada kendala yang dihadapi oleh DKK terkait dengan pemantauan obat di masyarakat. Selain jumlah tenaga pegawai yang terbatas juga kemajuan teknologi dimana pemesanan obat bisa dilakukan secara online.
“Kalau membeli melalui online siapa yang bisa memantau, baru nanti setelah ada korban, bisa kelihatan siapa yang menjual, itupun butuh proses penyidikan,” katanya.
Terkait dengan obat yang tidak dijual bebas, politisi asal Partai Demokrat ini menilai pengawasan yang dilakukan oleh DKK sudah cukup bagus tinggal ditingkatkan saja.
Sementara itu Sekretaris DKK Semarang Sarwoko Utomo mengakui kesulitan dalam melakukan pemantauan obat di masyarakat. Namun untuk obat yang dijual terbatas seperti untuk orang gila, narkotika dan zat aditif lainnya, pihaknya selalu menjaga dengan ketat. “Kami selalu rutin dalam melakukan pengawasan,” katanya.
DKK Semarang, lanjut Sarwoko juga bekerja sama dengan kepolisian dalam melakukan pengawasan hingga penindakan. “Kalau yang dijual secara online kita memang kesulitan karena itu dijual bebas melalui perorangan,” katanya. memberikan penjelasan. Seperti diketahui Badan POM menyampaikan adanya, modus pelanggaran produsen obat yang ditemukan di Semarang.
Yaitu adanya sarana ilegal yang melakukan produksi obat palsu dengan mengemas ulang (repacking) obat generik menjadi obat bermerek. Di mana obat bermerek tersebut memiliki harga jual lebih tinggi, namun dengan pengemasan ulang obat kedaluwarsa.
Sumber obat yang akan dikemas ulang tersebut didapatkan oleh pelaku dengan membeli obat generik dan mengumpulkan obat kedaluwarsa dari apotek-apotek di Jakarta dan Semarang. Hasil investigasi Badan POM bersama Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa obat yang telah dikemas ulang tersebut, didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT Jaya Karunia Investindo (JKI) yang dimiliki oleh pelaku ke apotek-apotek yang berada di Jabodetabek. (ksm)