Semarang, UP Radio – Pentas wayang kulit dalam rangka Dies Natalis ke 38 Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) dan peresmian gedung asrama baru dengan menghadirkan dalang Ki Warseno Slenk menyampaikan pesan-pesan pentingnya merawat kebhinekaan dan menjaga NKRI.
Pagelaran wayang kulit dengan lakon “Semar Mbangun Djiwo” tersebut digelar di kampus IV UPGRIS Jl Gajah Raya, Semarang (27/7).
Hadir dalam acara ini Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sri Puryono, Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi (YPLPPT) PGRI Jateng Sudharto, Ketua PGRI Jateng Widadi, Rektor UPGRIS Muhdi, para pejabat di lingkup UPGRIS, dosen serta mahasiswa.
Ketua YPLPPT PGRI Jateng Sudharto mengatakan saat ini baik dunia kampus, termasuk UPGRIS maupun masyarakat secara umum menghadapi ancaman terkait pudarnya kebhinekaan dan toleransi. Oleh sebab itu, diperlukan kembali sosialisasi untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisne salah satunya dengan media wayang kulit.
“Wayang kulit digelar agar masyarakat di segala lapisan terus memiliki kesadaran bersama pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kebinekaan, merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa bagi bangsa Indonesia. Keragaman ini wajib disyukuri oleh semua warga masyarakat,” paparnya.
Kebinekaan dan keragaman, lanjut Sudharto, merupakan potensi bangsa yang harus dijaga dan dirawat dengan baik. Sebab, para pendiri bangsa telah mengajarkan dan memberi contoh bahwa walaupun berbeda-beda baik agama,suku, etnis, ras, dan budaya tapi tetap bersatu.
Ia mengungkapkan akhir-akhir ini bangsa Indonesia tengah diuji semangat persatuan dan kesatuannya melalui mewabahnya pemberitaan dan informasi yang bernuansa fitnah dan provokasi.
Ujaran kebencian dan informasi hoax setiap saat berlalu lalang di media sosial (medsos), bahkan tidak sedikit para penggunanya percaya dan ikut membagikan berita-berita negatif tersebut.
“Pentas wayang ini saya harap dapat memberikan pencerahan kembali masyarakat tentang pentingnya persatuan,” paparnya.
Lakon “Semar Mbangun Jiwo” berkisah tentang Ki Lurah Semar yang sedang prihatin melihat Negara Amarta yang dahulu sangat menjunjung tunggi nilai-nilai kebangsaan, tapi belakangan justru melupakannya. Sebagian warganya mementingkan dirinya sendiri, tidak lagi ada gotong royong.
Alam pun mengingatkan dengan menunjukkan berbagai peristiwa. Antara lain gunung meletus, banjir di mana-mana, serta berbagai peristiwa lainnya.
Sebagai pertanggungjawaban sebagai among projo, Ki Lurah Semar melalui aksi Mbangun Jiwo mengajak rakyatnya kembali mengamalkan nilai-nilai kebangsaan.
Sementara itu, Sekda Jawa Tengah Sri Puryono mengajak masyarakat hendaknya tidak hanya menjadikan pagelaran wayang sebagai tontonan untuk dinikmati, melainkan juga harus mencermati, memahami, dan meresapi setiap cerita dan tokoh karakter pewayangan. Sebab, semua itu dapat menjadi pembelajaran dalam memaknai nilai-nilai kehidupan.
Pagelaran wayang yang diselenggarakan di halaman depan kampus IV UPGRIS ini menarik perhatian masyarakat. Bahkan, penonton tak beranjak hingga pertunjukkan selesai pada dini hari. (shs)