Semarang, UP Radio – Sejumlah SMA favorit di Semarang mengaku tertantang dengan sistem zonasi yang ditetapkan oleh Kemendikbud dan Pemprov Jateng. Dimana mensyaratkan 20 persen jalur prestasi dalam zonasi dan 10 persen di luar zonasi.
Pasalnya, zonasi PPDB SMA tidak mensyaratkan nilai NEM dalam penilaian diterima atau tidaknya peserta didik baru di suatu SMA. Menjadi keutamaan mengacu pada dekatnya jarak tempat tinggal dengan lokasi penyelenggara pendidikan (sekolah).
“Ini menjadi tantangan bagi kami, karena nilai NEM tidak menjadi standar penerimaan. Semua menganut jarak terdekat dari sekolah,” kata Arief Setyayoga, Communication and Cooperation Affairs SMAN 3 Semarang.
Di Semarang, SMAN 3 merupakan salah satu sekolah favorit sejah dahulu. Baik saat menganut sistem hasil Ujian Negara, rayonisasi, maupun saat zonasi yang ada sejak tahun lalu.
Pada tiap pembukaan tahun ajaran baru hampir semua peserta didik yang berprestasi baik dari Semarang maupun luar Semarang akan mengincar kursi belajar di SMA yang ada di Jalan Pemuda Semarang Nomor 147 itu.
“Perubahan (sistem) itu tak masalah, kita malah lebih senang karena bisa memilih calon siswa yang berprestasi dari kuota 20 persen dalam zonasi dan 10 persen luar zonasi,” bebernya.
Pihaknya juga tak mengkhawatirkan berkurangnya siswa baru berprestasi, menurutnya di SMAN 3 Semarang memiliki keunggulan kultur berprestasi baik akademisi maupun non akademis.
“Jika ada anak yang kurang kuat maka akan termotivasi. Memang efeknya bagi yang tidak mampu ada yang terpental, mereka ada yang pindah sekolah,” ujarnya.
SMA favorit lainnya yakni di SMAN 5 Semarang juga tak mengkhawatirkan berkurangnya siswa berprestasi memenuhi ruang kelas. Kuota 20 persen jalur prestasi dalam zonasi masih memberikan peluang yang dekat sekolah dan berprestasi untuk bisa diterima.
“Zonasi merubah paradigma sekolah favorit terhapus. Justru ini saatnya membuktikan sekolah favorit mampu mencetak siswa berprestasi saat lulus nanti,” terang Titi Prihatiningsih, Kepala Sekolah SMAN 5 Semarang.
Pihaknya menyebut jika semua SMA kini memiliki modal yang sama untuk melakukan pemerataan siswa dan sekolah secara prestasi.
“Seperti yang diamanatkan undang-undang dan Pak Mendikbud, pemerataan siswa dan sekolah berprestasi. Kita ini tugas membuat siswa pintar, kalau masuk jadi ‘gaplek’ keluar jadi ‘brownies’ kan bagus,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri mengatakan, zonasi mampu membangun budaya kompetisi yang sehat antar sekolah. Siswa dan guru bisa saling memotivasi untuk makin tekun belajar, kreatif, dan inovatif.
“Zonasi membuktikan pemerintah menjamin pelayanan pendidikan siswa yang berprestasi. Siswa berprestasi dapat diberikan peran sebagai partner dalam peningkatan pembelajaran di lingkungan sekolah,” katanya.
Pihaknya menyarankan pada tiap sekolah untuk jeli melihat peluang kuota jalur prestasi 20 persen dalam zonasi dan 10 persen luar zonasi agar keterisian tepat sasaran kepada yang berhak.
“Kuota 20 persen dalam zonasi bisa dilihat nilai NEM dan prestasi lainnya, untuk siswa berprestasi akan langsung lolos dalam dan di luar zona jika mendapatkan juara 1, 2, 3 lomba internasional dan juara 1 lomba tingkat nasional. Dengan catatan, lomba yang diikuti berjenjang,” tukasnya. (ksm)