Semarang, UP Radio – Warungnya sederhana, layaknya warung tenda pedagang kaki lima (PKL) pada umumnya. Jangan salah, meski sederhana warung yang satu ini tak pernah sepi pembeli. Apalagi di bulan puasa seperti sekarang.
Es degan Pak Ambon, demikian nama yang terpampang cukup besar di kain tenda warung tersebut. Berlokasi di pinggir Jalan Dr Cipto No 100 A, es degan Pak Ambon seperti menjadi legenda kuliner takjil Kota Semarang.
“Alhamdulilah ramai terus mas. Di bulan puasa seperti sekarang memang ada peningkatan permintaan dari masyarakat untuk keperluan berbuka,” kata Pak Ambon (60) membuka perbincangan di tempat usahanya, Rabu.
Es degan, bagi Anda yang tinggal di luar Jawa Tengah mungkin kurang familiar dengan nama tersebut. Degan merupakan nama kelapa muda dalam bahasa Jawa. Air dan korekan dari daging kelapa muda ini lah yang jadi bahan olahan segar untuk berbuka puasa. Dicampur dengan es batu maka air kelapa muda menjadi takjil menyegarkan tenggorokan.
Umumnya, untuk menambah sensasi segar, penjual es degan mencampur air kelapa muda dengan pemanis, baik itu sirup, gula aren maupun gula pasir. Namun tidak bagi Pak Ambon. Ia punya resep turun temurun dari keluarga yang membuat es degannnya punya cita rasa khas.
“Ya dicampur dengan gula biasa tapi ada resep sendiri warisan bapak. Ini yang membedakan es degan kami dengan es degan di tempat lain,” kata dia.
Hal lain yang jadi keunggulan es degan Pak Ambon adalah garansi air kelapa muda asli, bukan campuran air putih. “Saya jamin air degan kami asli air kelapa muda. Dari awal usaha, tidak pernah dicampur dengan air biasa,” tegas Pak Ambon.
Tidak heran, dengan resep tersebut, warung es degan Pak Ambon eksis selama sekitar 60 tahun. Mereka yang pernah mencicip es degan Pak Ambon dipastikan akan balik lagi menjajal lantaran ketagihan dengan kesegaran air degannya.
Pria bernama asli Ahmad Nur Amin ini menceritakan ia sudah mulai membantu ayahnya berjualan es degan di Jalan Dr Cipto sejak umur 5 tahun. “Sejak harga Rp 5 hingga jadi Rp 5.000 per gelas saat ini,” tutur dia.
Kala itu es degan bersaing ketat dengan kuliner serupa yang tak kalah ngetren, yakni es kombor. “Ayah bernama Sarpin, jualan pertama kali di depan STM 1 menggunakan angkringan pikulan (angkat junjung). Kemudian setelah wafat pada tahun 1982, usaha diteruskan ibu dan kakak saya. Jadi saya ini generasi keempat dan selanjutnya pindah di sini, depan SD Xaverius,” papar dia.
Dari mula yang hanya angkringan pikulan, es degan Pak Sarpin berkembang makin besar hingga bisa membuat gerobak untuk dasaran usaha. Setelah dipegang Pak Ambon, pembeli makin banyak hingga saat ini usahanya dilakukan diatas mobil pick up. “Sejak empat tahun lalu pakai mobil,” ujar dia.
Di bulan puasa ini, omzet jualan naik sekitar 50 % dibanding bulan biasa. “Di bulan bisa jual 200 kelapa muda tapi kalau bulan puasa bisa sampai 300 kelapa muda. Ini belum termasuk pesanan, seperti dari perusahaan, bisa pesan 750 gelas untuk keperluan berbuka,” kata dia seraya menyebut kelapa muda diambil dari Yogyakarta.
Wahyu (37) pembeli dari Mranggen, Demak mengakui citra rasa es degan Pak Ambon beda dengan penjual serupa lainnya. “Rasanya segar manis tapi manisnya tidak nyanthol atau bikin serak tenggorokan. Dan airnya memang air kelapa muda murni,” ujar dia.
Harga es degan yang relatif murah juga membuat pembeli banyak memburu sajian pelengkap buka puasa tersebut. “Saya beli dibungkus untuk buka bersama dengan teman-teman kerja,” tutup dia. (ksm)