Bandung, UP Radio – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat mewaspadai maraknya penawaran kredit melalui perusahaan financial technologi (Fintech) dan meminta masyarakat untuk berhati hati dalammenerima tawaran kredit tersebut.Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Financial Technology OJK Munawar meminta masyarakat untuk lebih mengenali penyelenggara kegiatan “Fintech Lending” berizin agar tidak terjebak oleh perusahan illegal. “‘Financial Technology (Fintech) Lending’ atau layanan kredit berbasis teknologi informasi dalam POJK (Peraturan OJK) 77 Tahun 2016adalah penyelenggaraan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet,” katanya saat memberikan materi pelatihan wartawan OJK Kantor Regional 3 Jawa Tengah-DIY di Bandung (22/2).Munawar mengatakan dalam POJK 77, penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.”Penyelenggara dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya. Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi mengajukan permohonan pendaftaran dan perizinan kepada OJK,” katanya.Lebih lanjut, dia mengatakan dalam perkembangannya, “Fintech Lending” banyak bermunculan di Indonesia, baik yang legal maupun ilegal.OJK mencatat hingga bulan Februari 2019 terdapat sebanyak 99 perusahaan “Fintech Lending” yang terdaftar di OJK dan salah satu di antaranya telah berizin.Sementara 98 perusahaan “Fintech Lending” lainnya yang sudah terdaftar di OJK, lanjut dia, masih dalam proses mengurus perizinannya karena ada persyaratan bahwa dalam tempo satu tahun setelah terdaftar, harus mengajukan izin.Sejumlah persyaratan baru yang herus dipenuhi oleh perusahaan Fintech bukan hanya sekadar modalnya menjadi Rp2,5 miliar tetapi adavpersyaratan harus memiliki sertifikasi ISO 27001. Bahkan mereka juga harus menyediakan aplikasi ‘digital signature’. “Perusahaan Fintech harus ada tanda tangan digital dan itu harus disertifikasi oleh lembaga yang diakui Kementerian Kominfo, dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga masih antre perizinan,” tambahnya.Terkait dengan “Fintech Lending” ilegal, Munawar mengatakan ada beberapa yang membedakan dengan “Fintech Lending” legal di antaranya yang berkaitan dengan pengawasan.Sementara dari sisi bunga dan denda, penyelenggara “Fintech Lending” ilegal mengenakan biaya dan denda yang sangat besar serta tidaktransparan, sedangkan yang legal diwajibkan memberikan keterbukaan informasi mengenai bunga dan denda maksimal yang dapat dikenakan kepada pengguna.”Bahkan, AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) mengatur bunga maksimal 0,8 persen per hari dan total seluruh biaya termasuk denda adalah 100 persen dari nilai pokok pinjaman. Penyelenggara ‘Fintech Lending’ yang terdaftar atau berizin di OJK wajib menjadi anggota AFPI,” katanya.Munawar menambahkan terkait kebijakan bunga tinggi yang diterapkan, OJK tidak memiliki kewenangan untuk mengaturnya dan menyerahkan sepenuhnya pada pihak Asosiasi. (shs)
Add a comment