Semarang, UP Radio – Pembangunan Pasar Wonodri di Kecamatan Semarang Selatan menyisakan banyak masalah. Setelah sebelumnya pembangunan molor hingga harus ada penambahan waktu dari deadline, kini persoalan baru muncul. Para pedagang yang sebelumnya memiliki izin dasaran resmi, menuding banyak pedagang baru yang tiba-tiba memiliki kios.
Pedagang “siluman” tersebut ditengarai merupakan pedagang yang tak memiliki lapak, namun terdata sebagai pemilik lapak di pasar lama.
Bu Wasimin salah satu pedagang di Pasar Wonodri mengatakan, dugaan itu muncul karena banyak pedagang yang sebelumnya memiliki izin dasaran dan telah puluhan tahun berjualan di Pasar Wonodri, dalam pengundian lapak malah harus menempati kios di lantai dua.
“Sekarang lantai dasar malah ditempati para pedagang yang sebelumnya tak memiliki izin dasaran. Bahkan ada pedagang baru yang sebelumnya tak memiliki lapak. Kami berharap, para pemilik izin dasaran di pasar lama diprioritaskan untuk menempati bangunan lantai dasar,” katanya usai mengikuti pengundian lapak Pasar Wonodri.
Ditambahkan, para pedagang yang memiliki izin dasaran, saat menempati pasar lama tiap tahun juga memperbaharui izin. Selain itu, tiap hari mereka juga ditarik retribusi sebesar Rp 2.000/lapak. “Saya sendiri sudah 35 tahun berjualan di Pasar Wonodri. Kalau tiba-tiba pedagang baru diprioritaskan untuk memperoleh lapak di lantai dasar, tentu sangat tidak adil,” tegas warga Wonodri Baru ini.
Hal senada juga disampaikan Bu Sayono (50). Wanita yang sudah berjualan sembako dan bumbon sekitar 30 tahun di Pasar Wonodri ini merasakan ketidak adilan dalam pembagian kios di Pasar Wonodri yang baru. Lantai dasar pasar, kebanyakan malah diisi para pedagang yang sebelumnya tidak memiliki lapak di Pasar Wonodri lama.
“Sedangkan pedagang yang memiliki izin resmi malah ditempatkan di atas. Padahal saat pasar dibangun, kami juga tetap membayar retribusi meski kami menempati kios sementara,” tegasnya.
Selain masalah dugaan banyaknya pedagang gelap, beberapa pedagang resmi juga mempertanyakan terkait luasan lapak. Sopiah (40 ) salah satu pedagang mengatakan, dengan luasan lapak 1 meter x 1,5 meter, tentu sangat tidak representatif untuk berjualan. “Lapaknya terlalu sempit, dan tidak nyaman. Idealnya lapak sekitar 2×2 meter. Kami berharap lapak bisa diluaskan agar tidak terlalu sempit. Kalau seperti ini pedagang bisa kembali berjualan di luar,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Agus Riyanto mengkritisi soal perencanaan pembangunan. Dengan luas kios 1×1,5 meter, dan dengan akses jalan sekitar 1 meter, menurutnya akan menjadi masalah bagi pedagang
“Khususnya di lantai 2, kios terlalu sempit untuk pedagang di pasar tradisional, hanya 1×1,5 meter. Meski dilengkapi fasilitas lift, kami yakin luasan kios ini akan jadi masalah karena aksesnya kurang nyaman. Apalagi kiosnya ada yang masuk dengan luasan jalan sangat sempit,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto memastikan tidak ada intervensi dalam pengaturan pedagang untuk masuk ke Pasar Wonodri melalui pengundian.
“Saya pastikan staf saya menjalankan tugas sesuai ketentuan yang berlaku. Silakan laporkan kepada saya bila ada staf saya yang menerima sesuatu untuk kepentingan tertentu, akan saya tindak tegas. Bila ada beberapa pedagang yang protes rasanya biasa, tapi semangat kami adalah menata untuk lebih tertib,” tandasnya.
Terkait hal tersebut, Fajar selaku Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang menegaskan jika penataan pedangang di Pasar Wonodri adalah sesuai zonasi yang sudah ditetapkan.
“Proses pengundian sampai besok dan penataannya sesuai zonasi yang sudah ditetapkan. Ini untuk memudahkan pembeli dalam menjangkau pedangang, sehingga justru menguntungkan pedagan sebenarnya. Sekali lagi, semangatnya adalah agar pasar rakyat ini dapat memberikan kesejahteraan untuk semuanya, tidak hanya satu dua pihak saja,” tekannya.
Adapun zonasi yang ditentukan di Pasar Wonodri untuk para pedagan adalah terbagi dalam tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk konveksi, sembako, kelontong, serta daging, ikan basah, dan ayam khusus los. Sedangkan lantai kedua untuk memusatkan pedagang bumbu, sayur, serta daging, ikan basah, dan ayam khusus pancakan. Kemudian di lantai ketiga akan diisi oleh pedagang yang berjualan pindang, bakso, panggang, tahu, dan tempe. (ksm)