Semarang, UP Radio – Pembangunan Pasar Wonodri mengalami keterlambatan dari waktu yang ditargetkan. Pelaksana proyek mendapat sanksi berupa denda untuk melaksanakan perpanjangan pembangunan selama 25 hari ke depan.
Gapensi Kota Semarang memperingatkan Pemkot Semarang untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan. Hal ini terkait keputusan Pemkot Semarang yang memberikan penambahan waktu 25 hari bagi kontraktor pembangunan Pasar Wonodri, yang tak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai target waktu. Lalu, bagaimana sebenarnya perjalanan proyek ini sebelumnya?
Dari penelusuran, proyek Pembangunan Pasar Wonodri dilelang pada 30 Mei 2018 dengan kode tender 4022108, diikuti oleh 100 peserta. Dengan pagu anggaran Rp 21.790.000.000 dan ditangani oleh Dinas Perdagangan Kota Semarang, tender proyek ini dimenangkan oleh PT Batanghari Karya Mandiri dengan nilai penawaran Rp 17.441.186.000.
Yang menarik, sebenarnya PT Batanghari Karya Mandiri bukanlah penawar terendah dalam tender tersebut. Perusahaan dengan alamat di Jl Daan Mogot No 88, Kalideres – Jakarta Barat ini merupakan penawar peringkat tujuh. Dalam proses seleksi di LPSE, peringkat satu hingga enam digugurkan dengan pertimbangan teknis. Padahal, di sana ada beberapa perusahaan besar yang telah memiliki nama, seperti PT Proteksika Jasapratama (dengan penawaran Rp 15.922.820.000), PT Bhinneka Citra Prima (penawaran Rp 16.175.000.000), PT Wira Bina Prasamya (penawaran Rp 16.396.847.000), dan lainnya.
Setelah diputuskan dalam lelang, akhirnya pada pertengahan 2018, PT Batanghari Karya Mandiri mulai melaksanakan pembangunan Pasar Wonodri. Dalam perjalanan proyek, pasar yang akan dibangun menjadi tiga lantai ini mengharuskan para pedagang direlokasi ke Jalan Wonodri. Dalam proses pembongkaran, Dinas Perdagangan menemukan fakta mengejutkan, ada lima kios yang memiliki sertifikat di lokasi pasar tersebut. Lima sertifikat di dalam pasar tersebut terdiri dari empat sertifikat hak milik (SHM) dan satu sertifikat hak guna bangunan (HGB).
Saat itu, Komisi B DPRD Kota Semarang sudah memperingatkan potensi molornya pembangunan Pasar Wonodri. Selain masalah proses pemindahan pedagang, pihak kontraktor juga terkesan lamban dalam proses pembangunan. Alasan yang mereka utarakan adalah terkendala cuaca. Dan benar saja, dari target penyelesaian akhir tahun 2018, hingga November pembangunan pasar masih menyisakan banyak pekerjaan. Bahkan hingga 26 Desember, pekerjaan baru berjalan 85 persen.
Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang, Syahrul Qirom, mengatakan, “Dengan molornya pembangunan tentu akan merugikan para pedagang yang saat ini direlokasi ke pasar sementara. Kasihan pedagang karena harus berjualan di pasar sementara dengan waktu yang lama. Padahal target pembangunannya hanya satu tahun. Kami berharap Dinas Perdagangan mencari solusi terkait keterlambatan ini. Termasuk memfasilitasi pedagang yang kini berada di lapak sementara,” katanya.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto, kala itu mengungkapkan, pembangunan pasar itu tinggal finishing, di antaranya pemasangan lift. Akhirnya, pembangunan Pasar Wonodri resmi molor karena hingga akhir Desember, pembangunan tak kunjung selesai. Namun, meski molor, Pemkot Semarang ternyata tak memberikan sanksi tegas kepada kontraktor terkait. Ancaman blacklist yang semula mengemuka urung dilakukan.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, memberikan tambahan 25 hari bagi kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sistem denda. Dia pun mengakui bahwa pembangunan Pasar Wonodri Semarang hingga akhir tahun 2018 baru mencapai 85 persen. “Bulan Desember kemarin, sesuai kontrak, selesai 85 persen. Sisanya, 15 persen masih ada waktu tambahan untuk dikerjakan selama 25 hari dengan model denda,” kata Hendi saat rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPRD Kota Semarang, beberapa waktu lalu.
Mengenai keterlambatan penyelesaian pembangunan Pasar Wonodri, dia menjelaskan, sudah ada kesepakatan hasil koordinasi bersama Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). “(Kontraktor-Red.) boleh mengerjakan sampai 100 persen dengan denda selama 25 hari,” katanya saat ditanya mengenai sanksi bagi kontraktor yang mengerjakan.
Setelah pembangunan Pasar Wonodri rampung, kata dia, nanti akan dimintakan anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2019. “Kalau pekerjaan sudah selesai, anggaran kan enggak ada. Lha baru nanti ngomong Dewan. Ada anggaran di APBD Perubahan yang harus dibayar sesuai kesepakatan dengan TP4D,” katanya.
Terpisah, Gapensi Kota Semarang memperingatkan Pemkot Semarang untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan. Hal ini terkait keputusan Pemkot Semarang yang memberikan penambahan waktu 25 hari bagi kontraktor pembangunan Pasar Wonodri yang tak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai target waktu.
Ketua Gapensi Kota Semarang, Devri Alfiandy, mengatakan perpanjang waktu dengan sistem denda memang diperbolehkan dalam Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Memang boleh, tapi harus dilihat syaratnya apa dulu. Kalau hanya soal hujan yang mengakibatkan pekerjaan itu tak selesai, itu jadi alasan yang kurang kuat. Kecuali kalau di sekitar lokasi proyek ada bencana atau banjir. Perpanjangan waktu ini kami lihat sebagai ketidaktegasan Pemkot Semarang kepada pihak ketiga yang wanprestasi,” katanya.
Kebijakan ini, menurutnya, juga sangat berbahaya bagi pengguna anggaran. Karena bisa menjadi persoalan hukum di kemudian hari. “Saya mengingatkan kepada pengguna anggaran agar lebih hati-hati dalam membuat kebijakan. Jangan hanya cari aman saat ini, tapi di belakangnya ada masalah. Dengan tambahan 25 hari, itu jika pekerjaan selesai tidak apa-apa. Kalau ternyata tidak selesai lagi, bagaimana? Bisa jadi blunder, apalagi itu kontraktor dari Jakarta. Tentunya akan menjadi kecemburuan bagi kontraktor lain, khususnya yang dari Kota Semarang,” tegasnya. (ksm)