Semarang, UP Radio – Puisi sering dianggap teks yang mudah ditulis. Padahal, untuk membuat puisi yang bagus sangat diperlukan pemahaman teori dan referensi. Itu pun harus didukung proses mentoring oleh orang yang tepat.
“Kami belajar menulis puisi, didampingi pelatih, untuk kemudian sebagai out put-nya adalah menerbitkan buku puisi bersama,” ungkap M. Akmalul Ihsan, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa KIAS UPGRIS dalam acara peluncuran buku puisi Penghayat Memorial di Warmindo Mayoritas, Semarang, Selasa, (26/11).
Menurut Akmalul, untuk bisa menerbitkan buku para penulis harus rela berproses bersama dan mendapatkan kritik dari pelatih.
“Menulis karya sastra untuk kemudian membukukan adalah tradisi di organisasi yang dipimpinnya tersebut,” tambahnya. Buku tersebut ditulis oleh para anggota yang punya ketertarikan pada puisi.
“Setidaknya sudah sebelas tahun tradisi ini berjalan. Buku puisi Penghayat memorial ini adalah terbitan ke-11,” imbuhnya.
Konsistensi tersebut juga mendapat apresiasi dari Arif Fitra Kurniawan, penyair kawakan Semarang yang sekaligus menjadi pembicara dalam peluncuran tersebut.
“Saya mengapresiasi konsistensi kalian dalam menerbitkan buku. Sangat jarang unit kegiatan mahasiswa di Semarang punya tradisi baik seperti ini,” tegas pegiat komunitas Lacikata tersebut.
Menurutnya, para penulis puisi di buku itu masih banyak kekurangan. Hal yang menurutnya perlu diperbaiki ialah tentang kejelian penulis dalam menyusun puisi dalam logika yang kuat.
“Bayangkan seolah-olah kalian tengah menyusun adegan dalam film, jadi kata yang diajukan dalam puisi pun bisa dibayangkan arah dan maksudnya,” tegas penulis buku puisi Eskapis ini.
Sementara itu, pembicara kedua, Malikul Alam, menyoroti pentingnya referensi bagi seseorang yang belajar menulis puisi.
“Minimal sebelum menulis puisi harus membaca dulu buku puisi yang bagus, atau dari penyair yang karyanya sudah dikenal bagus,” ungkap penyair muda Semarang yang juga seorang guru ini.
Malik juga menambahkan pentingnya para penulis puisi mempunyai sosok penyair yang dikagumi. “Dengan mengagumi paling tidak tiga penyair yang bagus, maka di situ akan terjadi proses modifikasi dan membandingkan, sehingga menghindarkan dari tindakan mengekor saja,” pungkasnya.
Acara peluncuran berlangsung meriah. Beberapa mahasiswa ikut menampilkan pentas baca puisi dan musikalisasi puisi. (pai)