Semarang, UP Radio – Kesadaran para aparatur sipil negara (ASN) di Kota Semarang untuk membayar zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) masih sangat rendah.
Meski telah ada imbauan dari Wali Kota Semarang bagi para ASN untuk membayarkan 2,5 persen dari penghasilannya untuk zakat di Baznas Kota Semarang, namun tiap tahun hanya sekitar 60-75 persen ASN di Pemkot Semarang yang mau memotong gajinya untuk zakat.
Ali Sofyan Kasubag Agama Pendidikan dan Kebudayaan bagian Kesra Pemkot Semarang mengatakan, total ASN di Pemkot Semarang mencapai 10.726 orang. Sebagian merupakan umat muslim yang memiliki kewajiban membayar zakat.
Jika dikalkulasi, tiap bulan sebenarnya ASN Pemkot memiliki potensi zakat yang bisa dikelola Baznas sekitar Rp 1,8 miliar. Itu sesuai dengan imbauan Wali Kota terkait pemotongan penghasilan sebesar 2,5 persen untuk pembayaran zakat.
“Namun dari data Baznas Kota Semarang, penerimaan zakat dari ASN perbulan hanya sekitar Rp 500 juta. Berarti ini belum makssimal dan maih bisa ditingkatkan,” katanya.
Kendala untuk menarik zakat 2,5 persen bagi ASN, menurutnya banyak ASN yang memang ingin menyalurkan zakatnya ke kampung tempatnya tinggal, bukan melalui Baznas. Selain itu banyak pula ASN yang pendapatannya telah dipotong untuk angsuran piutang, sehingga yang diterima tiap bulan Rp 0.
“Memang belum semua gaji ASN bisa dipotong 2,5 persen karena banyak yang gajinya minim. Realisasi baru sekitar Rp 500 juta. Karena sifatnya imbauan jadi kepala OPD tak bisa memaksakan potongan sebesar itu,” tegasnya.
Ketua Baznas Kota Semarang, Arnaz Agung Andrasmara mengatakan, tahun 2018 penerimaan zakat Baznas Kota Semarang total mencapai Rp 6 miliar. Sejak tahun 2017, pihaknya memang tak bertumpu pada penerimaan zakat dari ASN Pemkot Semarang saja. Meski diakuinya, dari jumlah itu, sekitar 70 persennya berasal dari zakat ASN. Sementara sisanya dari sektor lain, seperti zakat pribadi dan swasta.
“Sepanjang tahun 2018 kami telah berupaya melakukan berbagai terobosan dalam upaya peningkatan pengelolaan zakat. Baik infak dan sedekah. Tahun 2016 memang 90 persen penerimaan zakat hanya dari ASN, dan dalam setahun hanya terkmpul sekitar Rp 4 miliar. Namun sejak 2017 kami merambah ke sektor lain di luar ASN,” katanya.
Tahun 2019, bahkan pihaknya menargetkan bisa merealisasikan target Rp 8 miliar dalam penerimaan zakat daerah. Beberapa upaya yang akan dilakukan, di antaranya menggandeng masjid untuk bekerja sama dalam pengelolaan zakat dan infak.
“Di Kota Semarang ada sekitar 1.300 masjid. Hal ini mendorong kami untuk membentuk unit pengumpul zakat (UPZ) di masjid-masjid, sesuai ketentuan yang berlaku. Kami juga menggandeng Dewan Masjid Indonesia (DMI) untuk mensosialisasikan program ini. Teknisnya, pengelolaan infak dan zakat di masjid yang mengelola tetap pengurus masjid. Kami hanya meminta laporan dan datanya saja,” katanya.
Jika program yang menggandeng masjid ini berhasil, Arnas yakin penerimaan Baznas Kota Semarang bisa melampoi perolehan Baznas Karanganyar, yang mencapai Rp 1 miliar tiap bulannya. “Target kami ke depan bisa mencapai Rp 12 miliar pertahun. Hal itu sangat realistis jika semua potensi yang ada bisa dimaksimalkan,” tandasnya. (ksm)