Aksi Teatrikal di Pertempuran Lima Hari Semarang, Sekda: Gambarkan Nilai-nilai Perjuangan

Semarang, UP Radio – Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang berlangsung khidmat dengan aksi teatrikal oleh para mahasiswa dan pelajar di kawasan Monumen Tugu Muda, Senin 14 Oktober 2024.

Sebagai Inspektur Upacara, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, Sumarno. Sementara Komandan Upacara yakni Mayor Infanteri Rahmatullah.

Hadir mewakili Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Pj Sekda Kota Semarang, M. Khadik, beserta jajaran OPD Pemkot Semarang.

Advertisement

Upacara, dimulai dengan pembacaan teks sejarah Pertempuran Lima Hari Semarang oleh Sukirno MS, berlanjut dengan pemutaran lagu-lagu perjuangan.

Dalam upacara peringatan pertempuran lima hari di Semarang, terdapat pertunjukan drama teatrikal yang diperankan oleh anak-anak muda Kota Semarang.

Sekda Prov Jateng, Sumarno mengatakan, tujuan dari peringatan ini adalah untuk mengingat jasa para pahlawan, utamanya bagaimana mencintai bangsa ini.

“Kalau Jawa Tengah yang utama adalah gotong royong. Semua masalah bisa terselesaikan dengan gotong royong, saling ‘tepo sliro’, saling memahami. Itulah nilai-nilai yang para pahlawan junjung,” ujar Sumarno.

Dirinya mengaku terharu dengan aksi teatrikal yang dibawakan para pelajar dan mahasiswa tersebut.

“Melihat teatrikal, saya agak ‘mbrambang’, itulah gambaran realitanya yang pasti lebih lagi tragis. Bagaimana mereka berkorban, keluarga yang ditinggalkan pasti lebih sedih lagi. Kita yang melihat saja agak ‘brambang’,” ujarnya.

Sumarno bahkan mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi para anak-anak muda yang menyampaikan nilai-nilai perjuangan yang dikemas dalam aksi teatrikal.

“Saya terima kasih, nilai-nilai perjuangan memang harus anak muda yang melestarikan. Bahwa perjuangan bukan hanya merebut kemerdekaan, tapi bagaimana kita membawa bangsa ini lebih maju lagi. Itu juga dibutuhkan perjuangan, dan itu ada ditangan anak-anak muda kita,” imbuh dia.

Ia berpesan agar anak-anak muda tetap menunjukkan semangat, menjunjung tinggi nasionalisme, rukun dan terus berpikir positif.

Salah satu penonton, Nepi Septiani mengaku baru pertama kali menyaksikan peringatan pertempuran lima hari Semarang.

“Saya asli Tasikmalaya, disini kerja. Makanya penasaran. Pingin lihat dan belum pernah melihat pertunjukan teatrikal seperti ini juga,” ungkap Nepi yang sengaja datang pukul 17.30 WIB agar bisa mendapatkan barisan terdepan untuk menyaksikan pertunjukan.

Sementara itu, warga Pedurungan, Raden Ajeng Rizki Hapsari Adita Ningsih sengaja datang untuk menyaksikan sang putra mementaskan teatrikal Pertempuran Lima Hari Semarang.

“Anak saya pentas, sebelumnya belum pernah nonton kayak gini. Makanya, karena anak saya pentas jadi tentara Jepang, sehingga nonton depan sendiri,” tutur Dita, sapaannya.

Ia mengaku bangga karena bisa menyaksikan sang anak berkecimpung dalam event besar yang disaksikan ribuan masyarakat.

“Luar biasa, bangga jadi orang tua. Anak bisa ikut teater, bangga sekali anak saya bisa berkecimpung ikut kegiatan besar disini,” kata Dita yang telah datang sejak pukul 17.00 WIB ini.

Aksi teatrikal yang dibawakan pemuda Kota Semarang menggambarkan permulaan perang dimulai. Narator menyampaikan peristiwa yang menjadi salah satu pemicu perang yaitu kabar yang menyebar soal resevoir atau cadangan air minum di daerah Candi diracun pada 14 Oktober 1945.

Saat itu dr. Kariadi berangkat untuk mengecek kabar tersebut, namun Ia ditembak tentara Jepang.

Kabar kematian dr. Kariadi makin membakar semangat juang para pemuda Semarang yang kala itu sudah memanas karena Kidobutai memberontak ingin menyelamatkan kawanannya di Semarang.

Tercatat peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi 15 Oktober hingga 19 Oktober 1945. Peristiwa ini merupakan momen di mana pejuang Indonesia bertempur melawan pasukan Kidobutai dan batalyon Jepang lain.

Dalam aksi teatrikal, diperlihatkan para warga dan pemuda melakukan perlawanan dan berhadapan langsung dengan tentara Jepang dengan berbekal alat seadanya: Mereka juga meminta bantuan Gubernur Wongsonegoro.

Sejumlah bangunan di Kota Semarang menjadi saksi bisu brutalnya pertempuran yang menyebabkan mayat-mayat bergelimpangan, bahkan ada yang dikumpulkan di sungai.

Beberapa bangunan itu adalah Lawang Sewu, gedung BPM (sekarang kantor Pertamina), kantor Jawatan Kereta Api, Hotel De Pavillon hingga gedung kesenian Sobokarti. (ksm)

Advertisement