Semarang, UP Radio – Puncak musim kemarau 2024 di Jawa Tengah diprediksi terjadi pada Juli ini. Karenanya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya melakukan langkah antisipasi terhadap potensi bencana kekeringan maupun kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Tiap tahun kita menghadapi kekeringan dan musim hujan. Dalam menyikapi ancaman kekeringan, maka kita lakukan rapat koordinasi ini untuk persiapan lebih dini,” beber Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, saat Rapat Koordinasi Siaga Kekeringan bersama BNPB, di Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Selasa (23/7/2024).
Dutambahkan, rapat koordinasi dengan stakeholder tersebut, juga sekaligus melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana wilayah kabupaten/ kota.
Menurutnya, sebanyak 30 pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan. Sedangkan lima wilayah lainnya belum menetapkan status darurat kekeringan, karena kondisinya masih aman.
Pihaknya terus berupaya melakukan penanganan terhadap daerah yang kekeringan. Sesuai data per 22 Juli 2024, kata Nana, upaya droping air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota, yang disalurkan untuk 25 kecamatan dan 33 desa terdampak kekeringan, dengan total penerima air bersih sejumlah 8.637 KK/26.725 jiwa.
Nana menjelaskan, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2024 ini akan lebih basah dan pendek dibandingkan kemarau 2023. Sedangkan puncak musim kemarau 2024 di Jawa Tengah, diprediksi terjadi pada Juli ini
Dalam kesempatan itu, Pj gubernur juga mengimbau kepada bupati/wali kota agar meningkatkan kewaspadaan potensi bencana kekeringan dan karhutla, memetakan daerah rawan bencana, serta melakukan langkah-langkah strategis penanganan.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah daerah juga diminta memanfaatkan embung, membuat sumur bor, memantau ketersediaan air bersih, mendistribusikan air bersih bagi masyarakat terdampak bencana kekeringan, melarang aktivitas penggunaan bahan yang mudah menimbulkan percikan api/kebakaran, dan lainnya.
“Ini perlu ada komunikasi dengan instansi terkait lainnya. Tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri dalam menangani bencana,” imbau Nana.
Menurut dia, upaya-upaya itu perlu dilakukan, mengingat pada 2023 lalu terdapat 34 kabupaten/ kota di Jawa Tengah kekurangan air bersih pada saat kemarau.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, mulai Minggu ketiga Juli 2024, curah hujan di Jawa Tengah hanya 50 mm. Situasi tersebut menunjukkan sudah masuk musim kemarau.
“Meskipun tidak ada El Nino, bencana kekeringan di Jateng masih akan terjadi. Meskipun di awal sampai pertengahan tahun bencana di Jawa Tengah relatif tidak banyak, tetapi harus tetap waspada. Per hari ini sudah ada 30 daerah yang menetapkan siaga darurat kekeringan dan karhutla,” ungkapnya.
Pada 2023 lalu, beber dia, kekeringan dan kebakaran hutan, gunung, dan tempat pembuangan akhir sampah terjadi di Jawa Tengah. Pemerintah telah mengantisipasi potensi bencana itu dengan berbagai upaya, di antaranya menyalurkan bantuan dari BNPB untuk 30 kabupaten/kota di Jateng, berupa peralatan dan anggaran operasional.
Diterangkan, BNPB dan Pemprov Jateng juga akan membantu untuk distribusi air bersih dan penggalian sumur tersier, agar kebutuhan air saat musim kemarau teratasi.
“Pak Pj Gubernur Jateng tadi juga memberikan penekanan, kami sepakat akan memberikan bantuan distribusi air untuk daerah yang membutuhkan,” tandasnya. (hms)