Semarang, UP Radio – Pembebasan lahan kampung Tambak Lorok semarang telah berjalan, namun ada beberapa warga belum mendapatkan ganti rugi, dengan adanya hal tersebut warga mengajukan gugatan ke pengadilan negeri Semarang.
Jucka Rajendra Septeria Handry, selaku Kuasa hukum warga tambak lorok mengatakan bahwa pihaknya telah mendaftarkan gugatan tersebut ke pengadilan dengan atas nama yakni Ahmad Suhaili, Muchlasin, Achmadi, dan Achmad Busairi. Gugatan tersebut teregister dengan nomor 374/Pdt.p/2018 di PN Semarang dan akan digelar persidangan mulai 25 September 2018 mendatang.
“Kami menilai ada upaya pengelabuhan hukum yang tidak sesuai prosedural. Ada tahapan yang tidak dipenuhi yaitu sosialisasi. Kemudian, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang memunculkan dokumen besaran nilai ganti kerugian yang ternyata tidak sesuai,” terangnya.
Lanjutnya, rata-rata warga yang mengajukan keberatan sudah memiliki usaha yang lebih dari 30 tahun. Atas pembebasan lahan yang tidak sesuai desain awal, membuat seluruh bangunan berupa toko terkena pembebasan lahan yang diperuntukan untuk pembangunan jalan.
“Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, disebutkan jika tidak terjadi kesepakatan mengenai besaran ganti kerugian maka warga dapat mengajukan keberatan,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu warga tambak lorok Ahmad Suhairi mengatakan, dirinya sebagai pemilik lahan yang terkena proyek secara langsung, merasa tidak pernah diajak bicara sejak dimulainya tahapan pembebasan lahan yaitu 2017 lalu. Dirinya hanya diundang satu kali mengikuti sosialisasi proyek pembangunan tersebut yaitu pada Juli 2017 lalu. Selanjutnya, pertemuan warga langsung pada pembayaran ganti rugi lahan yang terkena proyek.
“Saya sebagai pemilik lahan yang terdampak langsung, merasa tidak pernah diajak bicara. Pernah diundang sekali, tapi itu bukan sosialisasi. Karena saat itu dipaksa harus menyetujui. Padahal saya menyampaikan keberatan namun tidak ditanggapi,” ungkapnya.
Dikatakannya, keberatan yang disampaikannya berkaitan dengan dua hal, yaitu pelaksanaan pembangunan jalan menuju Kampung Bahari Tambaklorok yang tidak sesuai dengan detail enginering design (DED) dan nilai ganti rugi yang tidak sesuai. Terkait pembangunan jalan, ia menjelaskan, rencana awal jalan akan dibangun dengan lebar 7 meter. Kemudian ada pemberitahuan lagi jika pembangunan jalan menjadi 12 meter. Setelah sekian lama, beredar informasi jika lebar jalan menjadi 20 meter.
“Dalam desain awalnya, 20 meter itu diambilkan 10 meter ke kanan dan 10 meter ke kiri dari jalan lama atau jalan existing. Namun dalam pelaksanaannya, 20 meter itu dikenakan sisi kiri jalan semua,” terangnya.
Sedangkan terkait ganti rugi lahan, tokonya yang sudah berdiri 38 tahun di tepi jalan Tambaklorok tersebut hanya diharga Rp 688 juta. Harga itu dirasa sangat kecil mengingat besarnya bangunan toko dan merupakan bangunan yang terdampak langsung jalan. (ksm)