Semarang – Beraneka kuliner khas Semarang bakal memeriahkan Festival Kota Lama yang berlangsung di kawasan Kota Lama Semarang pada 20-23 September 2018.
Ketua Panitia I Festival Kota Lama 2018 Prof Liliana Tedjosaputro di Semarang, Rabu, menjelaskan Festival Kota Lama kali ini merupakan yang ketujuh kalinya digelar sebagai agenda tahunan.
Kuliner khas Semarang, kata dia, mulai lunpia, kue ganjel rel, jamu jun, dan 30 jenis kuliner tempo dulu juga bakal ditampilkan dalam even yang mengangkat tema “Collaboration in Diversity” itu.
Dalam sejarahnya, diceritakan Liliana, Semarang sempat menjadi salah satu pusat pemerintahan kolonial Belanda yang cukup penting sehingga banyak didatangi orang dari Arab, Melayu dan Gujarat.
Orang Arab, Melayu dan Gujarat yang awalnya singgah untuk berdagang akhirnya menetap dan membentuk perkampungan yang berkembang hingga mewarnai Semarang seperti sekarang ini.
“Makanya, ada kolaborasi budaya yang menjadi cikal bakal budaya Semarangan, mulai bahasa, makanan, kesenian, hingga cara hidup,” kata Guru Besar Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang itu.
Tema yang diangkat pada Festival Kota Lama tahun 2018 ini, kata dia, “Collaboration in Diversity” yang menggambarkan Semarang sebagai kota yang multikultural.
Kawasan Kota Lama, lanjut dia, dulunya merupakan kawasan elit zaman pemerintahan Belanda yang dalam perkembangannya sempat menjadi kawasan yang terlupakan karena banyak gedung yang mangkrak.
“Dengan keterbatasan tempat karena pembangunan yang sedang berlangsung di Kota Lama sekarang ini, tidak menyurutkan kerja kami untuk menyajikan pada masyarakat festival yang sudah berlangsung tujuh kali tanpa putus ini,” katanya.
Tentunya, kata Liliana, dengan tujuan yang sama untuk menyiapkan kawasan Kota Lama Semarang sebagai kawasan nan cantik sebagai destinasi wisata internasional atau “Netherland van Jawa”.
Didiek Hardiana Prasetya selaku Ketua II Festival Kota Lama 2018 menargetkan setidaknya 50 ribu pengunjung yang akan meramaikan Festival Kota Lama dengan berbagai suguhan menariknya.
“Pada tahun ini, kami mengundang rekan-rekan dari Kampung Bonlancung, kampung pembuatan kulit lumpia terbesar di Indonesia, kemudian pertunjukan musik jazz, Tohpati, dan banyak lagi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jawa Tengah Ida Bagus Ketut Alamsyah meminta penyelenggara even tahunan itu untuk memikirkan persoalan parkir.
“Untuk mengantisipasi banyaknya pengunjung, penyelenggara harus menyiapkan tempat parkir yang aman dan memadai. Pastikan pula parkir harus gratis, tidak dipungut biaya,” tegasnya. (ksm)