Semarang, UP Radio – Desertasinya yang berjudul ”Pidato Kampanye Politikus Perempuan Indonesia: Analisis Wacana Kritis Fairclough.”Berhasil mengukuhkan Wakil Rektor I Universitas PGRI Semarang Sri Suciati sebagai Doktor baru ke 56 di Universitas PGRI Semarang.
Di hadapan para penguji, yakni Prof Setya Yuwana Sudikan, Prof Ida Zulaeha, Dr Haribakti Mardikantoro, Dr Mimi Mulyani, Prof Teguh Supriyanti dan Prof Rustono, Sri Suciati menyelesaikan ujian doktor Program Studi Ilmu Pendidikan Bahasa di Kampus Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Senin (3/9).
Ada tiga hal yang menjadi tujuan penelitiannya, yakni menganalisis representasi politikus perempuan, ideologi yang dibangun politikus perempuan, dan makna ideologi yang dibangun politikus perempuan dalam pidato kampanye yang dilakukan.
Sri Suciati mengungkapkan bahwa fokus penelitiannya adalah pidato kampanye yang dilakukan oleh para politikus perempuan sebagai sampling penelitian yaitu Khofifah Indar Parawangsa, Rieke Dyah Pitaloka dan Rita Widyasari.
“Ketiganya merupakan tokoh politikus yang sudah populer, namun memiliki latar belakang politik yang berbeda, Khofiha merupakan politikus sejati ketua fraksi Parpol, Rieke Diah Pitaloka yang berlatar belakang Artis dan Publik figure dan Rita Widyasari anak dari politisi senior dan kepala daerah,” ungkap Sri Suciati.
Menurutnya politikus perempuan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan. Yakni pada lingkungan maskulin pada dunia politik dengan memiliki tujuan kekuasaan. Hal itu terlihat dari setiap isi pidato yang disampaikan.
“Dalam teks pidatonya merepresentasikan gambaran politikus perempuan yang agresif dan cenderung menggunakan kalimat yang dalam bahasanya cenderung menggunakan kalimat imperative, introgatif dan kalimat aktif,” Imbuhnya
Dia menyebutkan, dalam proses politik, masih terlihat bahasa yang digunakan adalah bahasa maskulin dengan maksud untuk menyesuaikan diri. Karena keadaan dunia politik masih didominiasi oleh kaum pria atau maskulin. Terlebih, pada dunia politik keterwakilan perempuan pada level anggota dewan maupun di level eksekutif seperti gubernur, wali kota maupun bupati belum maksimal. Politikus perempuan akan menjadi perhatian publik ketika ada yang tampil, salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana bahasa yang digunakan ketika berpidato.
Sementara itu, Rektor Universitas PGRI Semarang Dr Muhdi SH MHum menambahkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Suciati berkaitan dengan politikus perempuan merupakan hal baru dan sangat jarang ditemukan dalam desertasi lain.
Kemampuan berbahasa saat kampanye bagi politikus memiliki andil yang besar agar politikus bisa terpilih.
“Ini tidak cukup hanya dipublikasi di media saja, tetapi juga harus menjadi sebuah buku agar bisa menjadi bahan pembelajaran yang menarik bagi politikus perempuan,” pungkasnya. (shs)