Jakarta, UP Radio – Pemerintah Kabupaten Jepara berhasil meraih penghargaan dalam pengendalian inflasi daerah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, di Gedung Sasana Bhakti Praja, Senin (31/7/2023). Penghargaan tersebut terkait kinerja pengendalian inflasi terbaik, pada periode I, yaitu Januari – Maret 2023.
Atas prestasi tersebut, Kabupaten Jepara Bersama 29 kabupaten/kota pengendali inflasi terbaik mendapatkan insentif fiskal dari Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, sebesar Rp9,6 miliar.
Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta menyampaikan apresiasi kepada Forkopimda, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta seluruh masyarakat Jepara, yang telah bersama-sama bekerja keras untuk mengantisipasi tidak terjadinya inflasi.
“Semoga kita bisa mempertahankan bersama-sama menekan dan tidak terjadinya inflasi di Kabupaten Jepara,” harapnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Jepara selaku Ketua Pelaksana Harian Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Edy Sujatmiko mengaku bersyukur atas prestasi tersebut. Terlebih, dari 33 pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang menerima penghargaan tersebut, Kabupaten Jepara merupakan satu-satunya dari Jawa Tengah.
“Artinya, upaya pengendalian inflasi kita pada periode I tahun 2023, yaitu periode bulan Januari – Maret dinilai berhasil oleh pemerintah,” katanya, saat ditemui Selasa (1/8/2023).
Disampaikan, pihaknya telah melakukan beberapa Langkah, sehingga berhasil menjadi salah satu pengendali inflasi terbaik di Indonesia. Menurutnya, terdapat belasan langkah pengendalian inflasi yang telah dilakukan TPID. Salah satunya, memotong jalur distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas), sehingga distribusi dan harganya stabil.
“Karena TPID itu terdiri dari berbagai perangkat daerah, kami bagi tugasnya berdasar tupoksi perangkat daerah,” katanya.
Selain itu, lanjt sekda, yang menjadi atensi pemerintah pusat dalam pengendalian inflasi adalah kerja sama antardaerah. Anggota TPID Kabupaten Jepara diarahkan untuk tidak hanya mengejar kerja sama dalam bentuk menjual produk ke luar daerah.
“Banyak yang tidak menyadari, bahwa mendatangkan kepokmas dari luar daerah atau produsen langsungnya, itu berarti memotong jalur distribusi. Itu kan, menjadikan warga bisa membeli kepokmas dengan harga murah. Jadi jangan hanya mengejar KAD (kerja sama antardaerah), yang berbentuk penjualan barang ke daerah lain,” tandasnya.
Untuk itu, pihaknya sering menekankan pentingnya meninventarisasi produsen kepokmas, seperti telur, mulai dari kapasitas produksinya hingga jalur pemasarannya. Kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, dirinya menekankan, agar dilakukan pendekatan ke produsen, supaya dijual di Jepara. Menurutnya, kepokmas seperti telur, beras, hingga bawang dan cabai kerap memberi andil terbesar dalam inflasi.
“Makanya, saya juga tekankan agar dilakukan optimalisasi lahan pekarangan, misalnya kita tanam cabai di pekarangan. Beberapa pohon saja cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jadi, saat harga cabai mau naik semahal apa pun, tidak masalah. Kita tidak ikut menyumbang inflasi karena cabainya tidak perlu beli,” ungkapnya.
Edy menambahkan, selain kerja sama antardaerah dan optimalisasi lahan pekarangan, bentuk kebijakan lain yang dilakukan di Jepara dalam pengendalian inflasi adalah pemantauan rutin harga kepokmas, aktif di zoom meeting pengendalian inflasi, penyampaian infromasi harian perkembangan harga melalui radio, dan penyelenggaraan pasar murah. (hms)