Semarang, UP Radio – Suara beduk disusul dentuman meriam menjadi tradisi dugderan yang menjadi penanda datangnya Ramadan bagi warga kota Semarang, Selasa (21/3/2023).
Peringatan Dugderan pada Selasa Legi 28 Syakban, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno memimpin langsung tabuhan beduk, didampingi Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Pada acara yang dihelat di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Kota Semarang, Sumarno memerankan Kanjeng Raden Mas Tumenggung Prawirapradja. Sementara, Hevearita memerankan Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbadiningrum.
Adegan bermula ketika Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbadiningrum menyerahkan Suhuf Halaqah (surat keputusan ulama dan umaro) tentang awal Ramadan kepada Raden Mas Tumenggung Prawirapradja dari. Adegan itu mengulang tradisi yang telah lestari sejak 1881.
Dalam Suhuf Halaqah, Tumenggung Prawirapradja mewartakan, awal puasa akan dimulai pada Kamis 23 Maret 2023.
“Kemis pon surya 23 maret 2023, mengesti mangayu bagya wiwitan sasi ramadan 1444 Hijriyah utawi 2023 masehi sinambi ngrantos maklimat pemerintah. (Awal puasa akan dimulai pada Kamis 23 Maret 2023. Sembari menunggu keputusan resmi pemerintah),” kata Sumarno, sebelum menabuh beduk besar MAJT disaksikan warga Kota Semarang dan sekitarnya.
Sembari menunggu pengumuman resmi, ia mengajak agar umat Islam mengisi jelang Ramadan dengan kegiatan yang bermanfaat. Seperti mendekatkan diri pada Tuhan dengan membaca Al-Qur’an dan memperbanyak ibadah lainnya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Gunaryanti Hevearita Rahayu menegaskan, tradisi dugderan merupakan warisan leluhur yang wajib dilestarikan. Bukan sekadar pesta menyambut Ramadan, tradisi ini menggambarkan bagaimana pemerintah dan warga guyub bersatu.
“Tradisi dugderan sampun lumampah awit adeging kutha Semarang ingkang dipandegani Kanjeng Adipati RM Tumenggung Arya Purbaningrat warsa 1881. Wontenipun dugderan bilih pemerintah ulama lan warga mboten nglirwakaken tilaripun para leluhur (tradisi ini dimulai Tumenggung Arya Purbaningrat sejak berdirinya Kota Semarang 1881, dan bukti warga serta pemerintah tak melupakan ajaran leluhur),” paparnya.
Tradisi itu diawali dengan pawai dari Balai Kota Semarang, menuju sekitar Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman), kemudian diteruskan menuju MAJT di Jalan Gajah Raya Semarang.
Acara itu disambut antusias oleh warga Kota Semarang. Marni satu di antaranya, meski sempat terhenyak dengan suara meriam yang diletuskan oleh Personel Brimob, ia mengaku senang, tradisi kuna itu lestari. (hms)