Semarang, UP Radio – Sekar Gajah Sumatera yang menghuni Semarang Zoo, diketahui mati Jumat (17/2/2023) lalu. Kematian gajah berusia 67 tahun, dipastikan karena sakit, bukan karena terkait eksploitasi yang berlebihan.
Hal ini disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jateng, Darmanto saat ditemui di Kantor BKSDA Jalan Soemarmo, Manyaran, Semarang Barat, Kota Semarang, Senin (20/2/2023).
Darmanto menjelaskan, pada 26 Januari lalu, Lembaga Konservasi (LK) Semarang Zoo melaporkan gajah perempuan bernama Sekar mengalami sakit gigi hingga nafsu makannya menurun.
Sekar, kata dia, kemudian dirawat di ruang terpisah dari gajah jantan milik Semayang Zoo yangs bernama Guntur. Sempat membaik kondisi Sekar pada 10 Februari, kembali menurun kemudian dilakukan tindakan medis berupa pemberian obat.
Sayangnya kondisi Sekar tidak membaik, bahkan tidak mau makan dan minum hingga akhirnya meninggal dunia dunia 17 Februari.
“Desember – Januari lalu, kita kontrol kesana dan mengetahui jika Sekar sakit gigi dan tidak mau makan. Lalu kita usulkan ditambah medis, total ada dokter hewan, sudah diupayakan agar kembali sehat, namun akhirnya sekar meninggal,” katanya saat ditemui di Kantor BKSDA Jateng, Senin (20/2/2023).
Darmanto menerangkan, rata-rata Gajah Sumatera hidup mencapai umur 70 tahun, sementara Sekar sudah tinggal di Semarang dan menempati LK Semarang Zoo sekitar sekitar 37 tahun lalu. Darmanto menerangkan, dari segi management, Semarang Zoo sudah sangat mencukupi.
“Penyebab kematiannya, sampelnya saat ini sudah kirim ke Jogjakarta dan sedang di Semarang tes di laboratorium. Disampaikan dokter hewan, karena tidak mau makan, akhirnya metabolismenya terganggu dan akhirnya meninggal,” jelasnya.
Darmanto menegaskan, pihaknya rutin melakukan pembinaan di sembilan lembaga konservasi yang ada di Jawa Tengah. Dari segi pengawasan kata dia, tidak ada gajah yang dieksploitasi atau dinaiki oleh pengunjung.
“Tidak ada gajah tunggangan di LK, jika ketahuan bisa dapat teguran dan ancaman lainnya dilakukan penutupan,” bebernya.
Sementara itu, Direktur Semarang Zoo Choirul Awaludin menjelaskan, jika pihaknya menegaskan tidak pernah melakukan eksploitasi. Bahkan animal show yang dimiliki Semarang Zoo, dilatih dengan metode reward pakan.
“Pelatihan satwa kita lakukan secara humanis, kalau naik gajah kita tidak pernah lakukan. Hanya ada mengalungi bunga termasuk foto dengan binatang. Kalau dulu, kita nggak tahu,” ucapnya.
Dari sisi pengembangan kandang, pembangunan yang dilakukan di Semarang Zoo dilakukan lebih layak. Konsepnya pun kandang tertutup namun bisa dilihat langsung secara bebas oleh pengunjung.
“Kita akan berkomunikasi dengan LK lain untuk mengganti gajah, memang agak sulit tapi kita usahakan,” pungkasnya. (ksm)