OJK Siapkan 8000 Kades dan Lurah se-Jateng Menjadi Agen Literasi Keuangan

Semarang, UP Radio – OJK Kantor Regional 3 Jawa Tengah dan DIY bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah menginisiasi pembentukan Forum Kepala Desa dan Lurah Melek Keuangan Se-Jawa Tengah yang merupakan bagian dari “Program Gemi lan Nastiti”.

“Inisiasi Pembentukan Forum Kepala Desa dan Lurah Melek Keuangan Se-Jawa Tengah merupakan salah satu bentuk sinergi antara OJK dengan Provinsi Jawa Tengah, Kepolisian Daerah Jawa Tengah, dan Industri jasa Keuangan untuk menjadikan Kepala Desa dan Lurah sebagai garda terdepan dalam menyampaikan informasi mengenai Industri Jasa Keuangan serta waspada investasi ilegal kepada masyarakat,” kata Kepala OJK Regional Jawa Tengah dan DIY, Aman Santosa, Kamis (27/10/2022).

Selain itu, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi di Jawa Tengah. Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, tingkat literasi keuangan di Jawa Tengah sebesar 47,38%, sudah lebih tinggi dibandingkan Indeks Literasi Nasional sebesar 38,03%.

Advertisement

Sementara Indeks Inklusi produk Keuangan di Jawa Tengah sebesar 65,71%, tercatat lebih rendah dibandingkan Indeks Inklusi Keuangan Nasional sebesar 76,19%. Hal tersebut mencerminkan masih terdapat kelompok masyarakat yang belum dapat mengakses produk, jasa, layanan keuangan.

“Untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi masyarakat perlu adanya kolaborasi yang harus dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga edukasi dapat dilakukan secara masif dan terintegrasi serta dirasakan oleh lingkup masyarakat terkecil. Hal ini bertujuan agar masyarakat melek keuangan dan terhindar dari berbagai bentuk investasi bodong dan juga pinjaman online ilegal,” lanjut Aman.

OJK mencatat kerugian masyarakat akibat Investasi ilegal selama tahun 2011-2022 mencapai Rp117,5 Triliun. Berdasarkan data Layanan dan Kontak OJK Periode 1 Januari 2021 s.d. 16 Juni 2022 diketahui terdapat 5.523 pengaduan terkait investasi bodong dan pinjol ilegal yang diterima di Jawa Tengah.

Kota Semarang menjadi yang terbanyak melaporkan pengaduan sebanyak 798 pengaduan (14,23%), diikuti oleh Kota Surakarta sebanyak 295 pengaduan (5,26%), Cilacap sebanyak 288 pengaduan (5,14%), dan Banyumas 214 pengaduan (3,82%).

Banyaknya pengaduan mengenai investasi ilegal dan pinjaman ilegal salah satunya disebabkan karena adanya Ketimpangan Literasi dan Inklusi Keuagan, untuk itu “Inisiasi Pembentukan Forum Kepala Desa dan Lurah Melek Keuangan Se-Jawa Tengah” ini bertujuan untuk menjadikan Kepala Desa dan Lurah sebagai garda terdepan dalam menyampaikan informasi mengenai Industri Jasa Keuangan serta waspada investasi ilegal kepada masyarakat.

Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Hubungan Masyarat OJK, Kristrianti Puji Rahayu, dan Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Jateng Kombes Pol Lafri Prasetyono, perwakilan Industri Jasa Keuangan Jawa Tengah serta 130 Lurah dan Kepala Desa yang hadir secara fisik dan 8.000 hadir secara online.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Hubungan Masyarat OJK, Kristrianti Puji Rahayu menyampaikan apresiasi kepada Kantor OJKRegional 3 Jawa Tengah dan DIY bahwa Inisiasi Pembentukan Forum Kepala Desa dan Lurah Melek Keuangan Se-Jawa Tengah inline dengan rencana literasi OJK untuk menyentuh desa pada tahun 2023.

“Program ini merupakan satu langkah ke depan dan lini terkecil untuk edukasi dapat dimulai dari kepala desa,” jelasnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, dalam pertemuan tersebut menyampaikan himbauan kepada seluruh Lurah dan Kepala Desa harus berhati-hati dalam melakukan investasi, karena setiap investasi ada risiko.

“Investasi harus pada lembaga keuangan yang legal dan harus logis terhadap penawaran investasi. Lurah dan Kepala Desa harus dapat menjadi contoh dan memberikan ilmu kepada masyarakat,” ungkapnya.

Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Jateng Kombes Pol. Lafri Prasetyono menyampaikan strategi penanganan investasi ilegal meliputi “Scanning (pengecekan legalitas, identifikasi modus, dan patrol siber.

“Kemudian Collaborative (bekerjasama dan berkoordinasi untuk penegakan hukum investasi ilegal), warning (memberikan peringatan), penegakan hukum, dan mitigasi melalui pembuatan posko pengaduan dan himbauan kepada masyarakat,” jelasnya. (shs)

Advertisement