Semarang, UP Radio – Memperingati Dies Natalis ke-40 Fakultas hukum Universitas PGRI Semarang (FH UPGRIS) menggelar webinar bertema Perlindungan hukum perempuan dan anak terhadap eksploitasi dalam dunia penyiaran (08/07).
Webinar menghadirkan Dekan fakultas hukum UPGRIS Dr Sapto Budoyo SH MH, Pakar perlindungan anak dan perempuan fakultas hukum Universitas Diponegoro Dr Lita Tyesta ALW SH MHum, wakil Ketua komisi perlindungan anak Indonesia Pusat, Rita Pranawati MS dan Asep Cuwantoro MPd Komisioner KPID Provinsi Jawa Tengah periode 2014-2021.
Dekan FH UPGRIS mengatakan Kegiatan ini merupakan bentuk eksistensi utama fakultas hukum yang berkualitas dan kompeten dengan kemandirian rakyat yang sadar hukum. Perempuan dan anak merupakan kaum yang sangat rentan terhadap diskriminasi terhadap kasus pelecahan atau kriminal.
“Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai warga negara sering menjadi isu yang paling sensitif. Tayangan kekerasan baik fisik maupun verbal secara visual sering terjadi di dunia penyiaran ataupun media sosial. Tindakan diksriminatif perempuan dan anak sering menjadi korban selalu ditayangkan secara jelas,” papar Sapto.
Menurutnya hal ini memberi dampak non edukatif, bahkan bisa menciderai HAM anak dan perempuan.
“Permasalahan seperti ini yang melatarbelakangi fakultas hukum UPGRIS berinisiatif menyelenggarakan webinar Perlindungan hukum perempuan dan anak terhadap eksploitasi dalam dunia penyiaran,” tambahnya.
Sementara itu Asep Cuwantoro menjelaskan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan lembaga negara yang bersifat independent yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam undang-undang penyiaran (UU 32/2002) sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.
“KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independent mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Saat menyaksikan tayang TV atau medsos saat ini harus cerdas. Jangan sampai anak atau generasi muda terjebak pada kehidupan hedonis yang salah kaprah,” katanya.
Asep menambahkan Gambaran anak remaja khususnya perempuan di TV atau Sinetron kerap kali dijumpai menampilkan adegan negatif. Adegan makan kelinci yang masih hidup, mencekik, penggunaan alat tes kehamilan, adegan merokok, penggunaan seragam sekolah yang seronok. Hal ini sangat bertentangan dengan budaya Indonesia.
Rita Pranawati mengatakan peran media sangat penting dalam maslaha perlindungan anak menurut UU 35 tahun 2014 tentang PA.
“Peran media penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak,“ tegas Rita.
Kontribusi media massa diantaranya dapat mempengaruhi pengambil kebijakan, mendorong penegakan hukum (pelaku diadili serta korban mendapat keadilan) dan perlindungan terhadap anak korban eksploitasi serta sosialisasi kepada masyarakat terkait pencegahan terhadap eksploitasi terhadap anak. (shs)