Semarang, UP Radio – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah memulangkan kembali/translokasi sejumlah burung dilindungi ke habitatnya. Sebanyak 23 satwa yang dilindungi dikirim dari Jawa Tengah ke Papua, Papua Barat, dan Maluku melalui jalur udara via Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang.
“Satwa-satwa tersebut hasil dari penyerahan masyarakat di wilayah Jawa Tengah. Satwa-satwa ini ada yang sudah dipelihara masyarakat selama dua bulan hingga dua tahun dan lebih,” jelas Kepala BKSDA Jawa Tengah, Darmanto di kantornya, Rabu (30/6).
Satwa tersebut di antaranya Kakatua Koki (Cacatua Galerita Triton) empat ekor, Mambruk Victoria (Goura Victoria) satu ekor, dan Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius Casuarius) dua ekor dipulangkan ke Papua.
Kemudian Kasturi Kepala Hitam (Lorius Lory) lima ekor, Nuri Bayan (Ecletus Roratus) empat ekor, Mambruk Ubiaat (Goura Christata) satu ekor, Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius Unappendiculatus) satu ekor, ditranslokasikan ke Papua Barat. Lalu jenis Kakatua Koki (Cacatua Galerita Eleonara) lima ekor ke dikirim ke Maluku.
“Satwa-satwa tersebut akan di tempatkan/karantina dulu untuk penyesuaian hingga sudah dinilai layak untuk dilepasliarkan. Butuh waktu berbulan-bulan untuk penyesuaian,” terang Darmanto.
Pihaknya terus bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah, hingga Polres di setiap Kabupaten/Kota untuk menyosialisasikan larangan memilahara satwa dilindungi tanpa izin yang resmi.
Dalam translokasi sejumlah satwa itu, pihaknya juga bekerja sama dengan sektor lain seperti Bandara, Balai Karantina Pertanian, Dinas Pertanian Kota Semarang, Balai Veteriner Kelas A Semarang, dan Taman Satwa Agrowisata Sido Muncul. Serta BKSDA Papua, BKSDA Papua Barat, dan BKSDA Maluku.
Lebih jauh, BKSDA Jawa Tengah mengimbau masyarakat untuk lebih peduli pada keberlangsungan hidup satwa di alam liar. Terutama yang berstatus satwa dilindungi.
Masyarakat diharapkan untuk menyerahkan satwa-satwa dilindungi yang dipelihara. Hal ini sebagai upaya konservasi untuk keberlangsungan keanekaragaman hayati.
“Jadi jangan takut untuk mengembalikan. Kami lebih memilih pendekatan kepada masyarakat daripada memilih jalur pidana. Hubungi saja BKSDA Jawa Tengah,” jelasnya.
Namun, bila memang ada jaringan perdagangan satwa-satwa ilegal maka hukumannya jelas pidana.
“Untuk Kepala Desa kami juga berharap menyosialisasikannya kepada warganya. Agar tidak memelihara satwa-satwa lindung atau satwa dari alam liar yang tanpa izin,” jelas Darmanto. (ksm)