Prosesi Dugderan, Dilakukan Terbatas Tanpa Pawai

Semarang, UP Radio – Prosesi ‘dugderan’ atau tradisi menyambut bulan suci Ramadhan yang setiap tahunnya dilakukan oleh pemerintah kota Semarang, kali ini berlangsung lebih sederhana. Prosesi dilakukan dengan pembatasan dan protokol kesehatan ketat.

Dugderan merupakan tradisi di Kota Semarang untuk menandai hadirnya bulan suci Ramadhan yang akan segera tiba. Tradisi tua ini tak lekang oleh waktu meski teknologi canggih sudah mempermudah orang untuk menyebar kabar dan informasi.

Bedug dan petasan masih digunakan sebagai alarm untuk mengiringi prosesi sakralnya seperti kala pertama digelar sekitar tahun 1881.

Advertisement

Tahun ini Dugderan dilakukan lebih sederhana tanpa arak-arakan pawai namun tetap menyuguhkan atraksi tarian yang mengkolaborasikan keberagaman budaya, etnis dan kepercayaan di Kota Semarang, ada pula tarian warak ngendog, atraksi barongsay serta pentas drama dengan lakon anak-anak yang menceritakan tentang makna tradisi dugderan dan kegembiraan menyambut bulan suci Ramadhan.

“Dari tahun lalu kami belajar, belajar menghadapi pandemi Covid-19, sehingga tidak dilakukan prosesi dugderan dengan semarak sebagaimana tahun sebelum-sebelumnya. Setelah setahun belajar ini, akhirnya Pemkot Semarang melalui jajaran Dinas Kebudayaan san Pariwisata bisa melakukan prosesi dugderan meskipun dengan pembatasan dan protokol kesehatan ketat,” ujar Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Minggu (11/4).

Prosesi tersebut sekaligus menjadi salah satu rangkaian acara HUT Kota Semarang ke 474 tahun.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau yang akrab disapa Hendi dalam prosesi itu berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat.

Di area Taman Balai Kota Semarang ia menabuh bedug sebagai penanda akan masuknya bulan Ramadhan. Kanjeng Bupati bersama jajaran Forkopimda dan OPD kemudian menaiki kendaraan menuju Masjid Agung Kauman Semarang yang bersejarah.

Prosesi masuk ke inti dari Dugderan yaitu penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat.

Suhuf Halaqof itu dibacakan kemudian dilakukan pemukulan bedug oleh Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat. Dua suara itulah yang menjadi cikal bakal nama acara Dugderan yaitu “dug, dug, dug,” suara bedug dan “der, der, der,” suara meriam.

“Intinya kami jajaran Forkopimda kota Semarang menyampaikan kepada masyarakat bahwa Ramadhan ini sebentar lagi akan dimulai. Hal ini sesuai sidang hasil isbat antara para alim ulama Masjid Agung Kota Semarang yang menyatakan bahwa memang sebentar lagi akan masuk bulan Ramadhan tepatnya pada Selasa atau lusa nanti,” kata Hendi.

Hendi berharap semoga selama bulan Ramadhan masyarakat bisa menjalankan ibadah dengan baik, terutama menjauhi hal-hal yang jahat dan dilarang oleh agama. “Kami sampaikan harapan dan doa kepada masyarakat lewat tradisi yang namanya dugderan ini,” ujar Hendi.

Sebelum meninggalkan Masjid Kauman, Wali Kota akan membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air Khataman Al Quran. Maknanya, warga harus merelakan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadhan, dan hati harus bersih maka diminumi air Khataman Al Quran.

Hendi merasa tradisi tersebut memiliki makna penting yaitu kerukunan warga yang terjalin serta nguri-uri budaya yang tetap terjaga, terlebih untuk mengabarkan kepada masyarakat kota Semarang bahwa bulan suci Ramadhan akan segera tiba. (ksm)

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement