Semarang, UP Radio – Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Zita Anjani mengungkapkan keinginannya mengadopsi dan meniru kebijakan dan upaya pemerintah kota Semarang di Ibukota DKI Jakarta.
“Saya terkesan dengan Kota Semarang kondisinya bersih dan tidak menemukan sampah, waktu saya makan pagi – pagi melihat tim pengangkut sampah sudah bekerja. Saya tidak menemukan sampah di jalanan, semua ada ditempatnya. Juga tadi ngobrol dengan Pak Wido (Assisten 2 Sekda Kota Semarang), banjir di Semarang turun, kalau di Jakarta malah naik, karena itu kami datang ke sini untuk mengetahui tips agar banjir Jakarta dapat tertangani, karena sebentar lagi September, masuk musim penghujan,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Zita Anjani dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Khusus Banjir DPRD Provinsi DKI Jakarta. Zita beserta rombongan sengaja datang ke Kota Semarang untuk bisa berkomunikasi langsung kepada Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi yang telah terbukti sukses dalam penanganan banjir di kota yang dipimpinnya.
Dirinya menyebutkan masukan Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahasan Panitia Khusus Banjir DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Menerima langsung rombongan DPRD Provinsi DKI Jakarta, Hendi sebagai Wali Kota Semarang memberikan sejumlah ulasan cara mengatasi permasalahan banjir di Kota yang dipimpinnya. Dan karena dirinya telah menjelaskan sejumlah upaya yang dilakukan dalam kunjungan yang dilakukan Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta lalu, pada kesempatan kali ini dirinya lebih menekankan bagaimana penanganan banjir tak melulu soal uang.
Hendi mencontohkan bagaimana salah satu kasus banjir di bantaran Sungai Banger Kota Semarang dapat teratasi dengan hanya anggaran sebesar 200 juta.
“Seharusnya kami yang belajar ke Jakarta, karena Jakarta punya resources yang lebih besar untuk menangani permasalah banjir. APBD kita bahkan sangat kecil jika dibandingkan dengan Jakarta,” seloroh Hendi di depan rombongan Panitia Khusus Banjir Provinsi DKI Jakarta.
“Tapi saya rasa intinya komunikasi, karena setahu saya, seperti di Kota Semarang, sungai apa menjadi kewenangan siapa itu sudah jelas, sehingga tidak mungkin tidak jalan karena tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah,” tegasnya.
Ketika ditanya mana yang lebih dulu harus dikerjakan, antara membangun tanggul, membuat waduk, atau normalisasi sungai, Hendi menekankan bahwa hal itu perlu kejelian dalam melihat problematikan di lapangan.
“Terkait itu sebenarnya tiap wilayah punya kondisi berbeda, harus turun langsung melakukan pengamatan, lebih urgent menangani rob atau banjirnya. Kalau robnya yang lebih parah ya bangun tanggul dulu, kalau banjir karena hujannya yang lebih mengkhawatirkan ya normalisasi dulu,” imbuhnya. (ksm)