Semarang, UP Radio – Melalui sastra Jawa, yang begitu adiluhung, yakni Suluk Serat Sastra Gendhing, banyak hal yang dapat diungkap.
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pascasarjana Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) mencoba menggali makna sebuah serat sastra Jawa Dalam Sarasehan Daring (Saring) #1 Jumat (7/8) lalu.
Ketua Program Studi S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pascasarjana UPGRIS Dr Harjito mengungkapkan Saring #1 kali ini mengangkat Suluk Serat Sastra Gendhing: Mengungkap Pengetahuan tentang Tuhan.
“Saring #1 ini merupakan salah satu forum daring yang kami selenggarakan, selain ada Sering (Seminar Daring) dan Paring (Panggung Daring) yang telah terselengara beberapa kali pada kesempatan sebelumnya,” tutur Harjito.
Lanjut Harjito penyelenggaraan Saring #1 dimaksudkan sebagai sebuah diskusi ilmiah dengan santai, berkonsep sarasehan diharapkan akan berlanjut dan mengangkat topik yang lebih menarik serta hangat.
“Kegiatan ini kami coba untuk diselenggarakan malam hari, sebab kami melihat biasanya jika pagi atau siang hari kerap diantara kita masih dalam aktivitas kesibukan yang cukup padat,” imbuhnya.
Pada Sering #1 kali ini menghadirkan pembicara Yuli Kurniati Werdikaningsih, S.S., M.A. (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah UPGRIS) dengan moderator Muhajir Arrosyid (Dosen PBSI UPGRIS).
Bagi Yuli Kurniati, suluk yang disajikan merupakan sebuah karya yang disalin pada Jumungah Pahing kaping 9 Rejeb Je angka 1854. Naskah setebal 30 halaman, jilidan benang warna putih, dan kertas kuning kecoklatan.
“Suluk, memuat hal-hal yang bernapaskan Islam. Menggunakan huruf Jawa ngetumbar. Bentuk dari teks serat sastra gendhing adalah tembang macapat. Terdiri dari 5 pupuh, di antaranya pupuh 1: Sinom 13 pada, pupuh 2: Asmaradhana 11 pada, pupuh 3: Dhandhanggula 11 pada, pupuh 4: pangkur 17 pada, dan pupuh 5: Durma 20 pada.” Tutur Yuli Kurniati Werdikaningsih yang dikenal kerap meneliti serat suluk,” paparnya.
Diceritakan, serat suluk menjadi sarana manusia untuk mencapai keseimbangan hidup, dimana Pengetahuan tentang Tuhan hanya akan dapat diungkap berdasar pada getaran hati atau qalbu.
“Tidak bisa hanya memanfaatkan akal saja, atau hati saja. Namun harus menggunakan keduanya, hati yang bersih dan pikiran yang jernih untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hakikat Tuhan,” kata Yuli.
Direktur Pascasarjana UPGRIS Dr. Ngasbun Egar memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini. “Yang pasti kami mengapresiasi kepada Magister PBSI yang kerap menjalankan kegiatan pada masa pandemi,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Sitra Setya Nurlita juga menampilkan suguhan tembang dhandhanggula. (shs)