Samarang, UP Radio – Dampak Covid-19 sudah mulai dirasakan sejak bulan Februari 2020, antara lain pembatasan pergerakan manusia (terutama ke dan dari luar negeri), maka sektor-sektor pariwisata dan angkutan menurun, bahkan ada yang sudah/sementara tutup sejak bulan maret lalu.
Kondisi ini juga berimplikasi pada iklim usaha setelah sejumlah industri selama Maret mulai melakukan pengurangan karyawan baik dirumahkan sementara maupun di-PHK.
kepala Badan Pusat Statistik propinsi Jawa Tengah Sentot Bangun Widoyono mengatkan ‘supply’ dan ‘demand’ yang terganggu dan terindikasi adanya penurunan pendapatan atau pengeluaran serta volume konsumsi masyarakat yang meningkat telah memicu meningkatnya garis kemiskinan.
“Dua sisi, pendapatan turun karena ‘demand’ turun atau karena pengeluaran naik menyebabkan mereka yg miskin sebagian menjadi sangat miskin, dan yang mendekati miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan. Akhirnya, jumlah dan persentase penduduk miskin bertambah dibandingkan dengan periode sebelumnya,” ungkap Sentot, saat menyampaikan Rilis Kemiskinan Maret 2020, (15/7).
Akibat pandemi Covid 19 ini, lanjut Sentot, angka kemiskinan di jawa tengah menjadi 11,41 persen atau naik 0,83 persen poin dibanding bulan September 2019 lalu sebesar 10,58 persen.
“Angka penduduk miskin Jawa Tengah bulan Maret 2020 telah mencapai 3,98 juta orang naik sebesar 301,5 ribu orang dibanding September 2019 lalu yang hanya 3,68 juta orang,” terang Sentot.
Kenaikan angka kemiskinan di jawa tengah ini juga dialami di propinsi lain di pulau jawa yang juga mengalami peningkatan. “Kenaikan tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta sebesar (1,11), Jawa Barat (1, 06), Banten (0, 98), Jawa Timur (0,89) dan DI Yogyakarta (0, 84),” papar Sentot.
Peningkatan jumlah penduduk miskin di Jateng, bukan hanya terjadi pada masyarakat di wilayah perkotaan saja tetapi juga banyak dialami masyarakat desa. (shs)